Menjelaskan
dan meluruskan persoalan yang sejak awal disalah pahamkan, memang sedikit
sulit. Apalagi persoalan yang sejak kemunculannya sudah dilontarkan oleh
seorang yang ucapannya selalu dianggap benar. Kesulitan bukan dari yang
menjelaskan melainkan dari pihak yang dijelaskan yang hatinya sudah merasa
paling benar dari kelompok lainnya yang mayoritas.
Di antara
persoalan yang menjadi fitnah di antara kaum muslimin minoritas (wahabi) dan
mayoritas (Asy’ariyyah) adalah persoalan “ Allah mendudukkan Nabi Muhammad
bersama-Nya di Arsy “. Ucapan ini dipopulerkan kembali oleh Ibnu Taimiyyah yang
mengklaim (mengaku) telah diucapkan oleh para ulama yang diridhoi dan para wali
yang diterima.
Ulama
Asy’ariyyah memahami benar ucapan Ibnu Taimiyyah ini, dan mengatakan bahwa
ucapan ini mengandung tajsim terhadap Dzat Allah Ta’aala.
Sedangkan
taimiyyun (pengikut paham Ibnu Taimiyyah) mengatakan bahwa Asy’ariyyah bodoh
kerana ucapan itu juga diucapkan oleh para ulama yang diridoi dan para wali
yang diterima sebagaimana dikatakan oleh Mujahid dan ath-Thobari bukan hanya
Ibnu Taimiyyah sendiri.
Baiklah sekarang kita cuba jelaskan
persoalan ini dengan terperinci dan mendalam :
Ibnu Taimiyyah mengatakan :
إذَا تَبَيَّنَ هَذَا فَقَدْ حَدَثَ الْعُلَمَاءُ الْمَرْضِيُّونَ
وَأَوْلِيَاؤُهُ الْمَقْبُولُونَ : أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُجْلِسُهُ رَبُّهُ عَلَى الْعَرْشِ مَعَهُ . رَوَى ذَلِكَ مُحَمَّدُ
بْنُ فَضِيلٍ عَنْ لَيْثٍ عَنْ مُجَاهِدٍ ؛ فِي تَفْسِيرِ : { عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ
رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا } وَذَكَرَ ذَلِكَ مِنْ وُجُوهٍ أُخْرَى مَرْفُوعَةٍ وَغَيْرِ
مَرْفُوعَةٍ قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ : وَهَذَا لَيْسَ مُنَاقِضًا لِمَا اسْتَفَاضَتْ بِهِ
الْأَحَادِيثُ مِنْ أَنَّ الْمَقَامَ الْمَحْمُودَ هُوَ الشَّفَاعَةُ بِاتِّفَاقِ الْأَئِمَّةِ
مِنْ جَمِيعِ مَنْ يَنْتَحِلُ الْإِسْلَامَ وَيَدَّعِيه لَا يَقُولُ إنَّ إجْلَاسَهُ
عَلَى الْعَرْشِ مُنْكَرًا. وَإِنَّمَا أَنْكَرَهُ بَعْضُ الْجَهْمِيَّة وَلَا ذَكَرَهُ
فِي تَفْسِيرِ الْآيَةِ مُنْكَرٌ
“ Jika telah jelas hal ini, maka
sungguh para ulama yang diridhai dan para wali yang diterima telah menceritakan
(membawakan riwayat hadits) bahwa “ Muhammad Rasulullah shallahu ‘alaihi wa
sallam akan Allah dudukkan di atas Arsy bersama-Nya “, telah meriwayatkannya
Muhamamd bin Fudhail dari Laits dari Mujahid tentang tafsir “ Semoga Allah
memberikan padamu kedudukan yang terpuji “, dan menyebutkan riwayat ini dari
jalan lainnya yang marfu’ dan (bukan marfu’) mauquf. Ibnu Jarir berkata : “ Ini
tidaklah bertentangan dengan hadits-hadits yang menjelaskan bahwa maqam Mahmud
adalah syafa’at dengan kesepakatan para imam dari seluruh orang yang mengaku Islam, tidak
mengatakan bahwa riwayat Allah mendudukkan nabi di atas arsy itu hadits munkar,
sesungguhnya yang mengingkarinya hanyalah sebagian dari kelompk jahmiyyah,
beliaupun tidak menyebutkan munkar dalam tafsir ayat itu “.[1]
Penjelasan :
Ucapan ini mengandung dua pemahaman :
Pertama : Allah duduk di atas Arsy
Kedua : Allah mendudukkan Nabi
Muhammad di atas Arsy.
Ibnu Taimiyyah
dengan mengatasnamakan imam ath-Thabari mengatakan bahwa nabi Muhammad akan
Allah dudukkan bersama-Nya di atas Arsy. Dan Ibnu Taimiyyah juga
mengatasnamakan imam Ath-Thabari bahwa ucapan ini telah disepakati oleh seluruh
umat Islam dan tidak ada yang mengatakan hadits ini mungkar kecuali sebagian
kaum jahmiyyah.
Benarkah apa
yang dikatakan Ibnu Taimiyyah bahwa imam Ath-Thabari mengatakan seperti itu ?
dan diikuti oleh para pengikut Ibnu Taimiyyah hingga saat ini ?
Benarkah
maksud ucapan Ath-Thabari seperti yang dikatakan Ibnu Taimiyyah ??
Mari kita
selidiki dan kita kaji kembali nash-nash dari imam ath-Thabari agar kita tahu
dan mengerti pokok-pokok permasalahannya sehingga kita semua akan memahami apa
yang dimaksud oleh imam ath-Thabari :
Imam Ibnu
Jarir ath-Thabari menyebutkan beberapa pendapat tentang penafsiran ayat Maqam
Mahmud sebagai berikut :
ثم
اختلف أهل التأويـل فـي معنى ذلك الـمقام الـمـحمود، فقال أكثر أهل العلـم: ذلك هو الـمقام الذي هو يقومه صلى الله عليه وسلم يوم القـيامة للشفـاعة
للناس لـيريحهم ربهم من عظيـم ما هم فـيه من شدّة ذلك الـيوم
“ kemudian ahli takwil berbeda pendapat
tentang makna ayat maqam Mahmud tersebut,
mayoritas ulama memaknainya bahwa maqam itu adalah yang
dididirkan oleh Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan
syafa’at bagi manusia agar Allah mendamaikan rasa takut mereka dari dahysatnya
bahaya saat itu “.[2]
Kemudian
setelah itu beliau menyebutkan pendapat kedua tentang maqam mahmud sebagai berikut :
وقال آخرون: بل ذلك الـمقام الـمـحمود الذي وعد
الله نبـيه صلى الله عليه وسلم أن يبعثه إياه، هو أن يقاعده معه علـى عرشه
“ Yang lain berpendapat bahwa maqam
Mahmud yang Allah janjikan kepada nabi Muhammad adalah kelak Allah akan
mendudukkannya di atas arys bersama-Nya “.[3]
Dan beliau
juga menyebutkan bahwa pendapat ini dikatakan oleh Mujahid.
Setelah itu
beliau memberikan komentar dan kesimpulan sebagai berikut :
وأولـى
القولـين فـي ذلك بـالصواب ما صحّ به الـخبر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم.
وذلك ما:
حدثنا به أبو كريب، قال: حدثنا وكيع، عن داود بن يزيد، عن أبـيه، عن أبـي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عَسَى أنْ يَبْعَثَكَ رَبّكَ مَقاما مَـحْمودا سُئل عنها، قال: هِيَ الشّفـاعَةُ.
حدثنا به أبو كريب، قال: حدثنا وكيع، عن داود بن يزيد، عن أبـيه، عن أبـي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عَسَى أنْ يَبْعَثَكَ رَبّكَ مَقاما مَـحْمودا سُئل عنها، قال: هِيَ الشّفـاعَةُ.
“ Pendapat yang paling benar adalah apa
yang sahih dari hadits Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam tentang ini di antaranya
: Telah menceritakan padaku Abu Kuraib, ia berkata : telah menceritakan padaku
Waki’, dari Dawud bin Yazid dari ayahnya dari Abu Hurairah, ia berkata :
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Semoga Tuhanmu
membangkitkanmu dan memberikan tempat yang terpuji “, Rasul ditanya tentang
itu, maka beliau menjawab : “ Itu adalah syafa’at “.
Penjelasan
:
Imam
ath-Thabari sama sekali tidak mensahihkan atsar atau pendapat Mujahid, justru
sebaliknya beliau mentarjih pendapat Mujahid dengan hadits sahih yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan beliau mengatakan bahwa hadits yang
menafsirkan Maqam Mahmud dengan Syafa’at adalah lebih utama untuk dibenarkan
daripada pendapat Mujahid.
Kemudian
ath-Thabari mengatakan :
وهذا وإن كان هو الصحيح من القول فـي تأويـل قوله
عَسَى أنْ يَبْعَثَكَ رَبّكَ مَقاما مَـحْمُودا لـما ذكرنا من الرواية عن رسول
الله صلى الله عليه وسلم وأصحابه والتابعين، فإن ما قاله مـجاهد من أن الله يُقعد
مـحمدا صلى الله عليه وسلم علـى عرشه، قول غير مدفوع صحته، لا من جهة خبر ولا نظر
“ Dan pendapat ini (maqam Mahmud
bermakna syafa’at) adalah pendapat yang sahih, dalam menafsirkan ayat “ Semoga
Allah membangkitkanmu dan memberikanmu maqam yang terpuji “ dari
riwayat-riwayat yang telah kami sebutkan dari Rasulullah shallahu ‘alaihi wa
sallam, para sahabat dan tabi’in, maka apa yang dikatakan oleh Mujahid bahwa
Allah mendudukkan Muhamamd Shallahu ‘alaihi wa sallam di atas Arsy, asalah
ucapan yang tidak boleh ditolak kesahihannya, tidak dari segi khobar maupun
pendapat “.
Penjelasan
:
Yang
dibicarakan di sini adalah bukan duduknya Allah berasama Nabi di atas Arsy,
melainkan duduknya Nabi di atas Arsy. Ath-Thabari mengaskan bahwa tidak
mustahil Allah mendudukkan Nabi di atas Arsy, cuba perhatikan kembali ucapan
beliau ini :
فإن ما قاله مـجاهد من أن الله يُقعد مـحمدا صلى الله
عليه وسلم علـى عرشه، قول غير مدفوع صحته، لا من جهة خبر ولا نظر
maka apa yang dikatakan oleh Mujahid
bahwa Allah mendudukkan Muhamamd Shallahu ‘alaihi wa sallam di atas Arsy,
asalah ucapan yang tidak boleh ditolak kesahihannya, tidak dari segi khobar
maupun pendapat “.[4]
Jika dipandang
dari sisi keutamaan Nabi, maka tidaklah mustahil Allah memberikan keutamaan
kepada Nabi dengan mendudukkannya di atas Arsy-Nya. Dan ini tidak bisa ditolak
dari segi khobar maupun pandangan, kenapa ? kita perhatikan kembali jawaban dan
lanjutan ucapan ath-Thabari berikut ini :
وذلك
لأنه لا خبر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ولا عن أحد من أصحابه ، ولا عن
التابعين بإحالة ذلك
“ Yang
demikian itu (tidak boleh ditolak) karena tidak ada hadits dari Rasulullah,
dari seorang pun sahabat maupun tabi’in yang memustahilkan hal tersebut “.[5]
Dari
penjelasan ath-Thabari ini sangat dipahami bahwa beliau sedang membicarakan
kemustahilan duduknya Nabi di atas Arsy, bagi beliau hal ini tidaklah mustahil
sebab tak ada satu pun hadits maupun atsar yang mengatakan mustahil. Pemahaman
seperti inilah yang tidak boleh ditolak. Karena duduknya makhluk di atas
makhluk tidaklah mustahil terlebih adalah Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa
sallam yang lebih utama daripada Arsy.
Dari ucapan
beliau ini juga dapat kita pahami bahwa tak ada satu pun hadits ataupun
perkataan sahabat yang mengatakan Allah mendudukkan Nabi di atas Arsy. Apalagi
duduk bersama Allah di atas Arsy.
Maka
kesimpulannya adalah :
Pertama
: imam ath-Thabari sama sekali tidak mensahihkan
atsar Mujahid yang mengatakan Allah mendudukkan Nabi Muhammad di atas Arsy
bersamanya.
Kedua
: ath-Thabari lebih memilih dan mensahihkan
pendapat jumhur ulama yang menafsirkan maqam Mahmud dengan syafa’at.
Ketika
: ath-Thabari tidak memungkiri atau menolak
terjadinya duduknya Nabi di atas Arsy, sebab itu tidak mustahil bagi Rasulullah
dan juga tak ada satu pun hadits yang memustahilkan hal tersebut.
Keempat
: ath-Thabari mengakui tidak ada satu pun hadits
atau ucapan sahabat yang menolak mungkinnya duduknya Nabi di atas Arsy. Dan
juga mengakui tidak ada satu pun hadits sahih yang mengatakan Allah mendudukkan
Nabi di atas Arsyanya.
Untuk
mengetahui lebih jelas maksud ucapan ath-Thabari, kita simak kelanjutan ucapan
beliau berikut ini :
فأما من جهة النظر ، فإن جميع من ينتحل
الإسلام إنما اختلفوا في معنى ذلك على أوجه ثلاثة : فقالت فرقة منهم : الله عز وجل
بائن من خلقه كان قبل خلقه الأشياء ، ثم خلق الأشياء فلم يماسها ، وهو كما لم يزل
، غير أن الأشياء التي خلقها ، إذ لم يكن هو لها مماسا ، وجب أن يكون لها مباينا ،
إذ لا فعال للأشياء إلا وهو مماس للأجسام أو مباين لها . قالوا : فإذا كان ذلك
كذلك ، وكان الله عز وجل فاعل الأشياء ، ولم يجز في قولهم : إنه يوصف بأنه مماس
للأشياء ، وجب بزعمهم أنه لها مباين ، فعلى مذهب هؤلاء سواء أقعد محمدا صلى الله
عليه وسلم على عرشه ، أو على الأرض إذ كان من قولهم إن بينونته من عرشه ، وبينونته
من أرضه بمعنى واحد في أنه بائن منهما كليهما ، غير مماس لواحد منهما
“ Adapaun dari
sisi pandangan / pendapat, maka semua yang mengaku Islam sesungguhnya hanya
berbeda pendapat di dalam maknanya itu atas tiga pendapat : kelompok pertama
mengatakan Allah terpisah dari mahkluk-Nya dan ada sebelum mencipta segala
sesuatu, kemudian menciptakan segala sesuatu dan tidak menyentuhnya. Allah ada
sebagaimana waktu azali, kecuali jika segala sesuatu yang Dia ciptakan tidak
disentuhnya, maka keharusan adanya Allah terpisah darinya, karena tidak ada pencipta
sesuatu kecuali dia menyentuh jisim atau terpisah darinya. Mereka berkata : “
Jika seperti itu, dan Allah Dzat yang mencipta segala sesuatu dan Allah tidak
boleh disifati dengan menyentuh pada sesuatu, maka sebuah keharusan Allah
terpisah darinya. Maka atas dasar madzhab mereka ini, baik Allah mendudukkan
Nabi Muhammad di atas Arsy-Nya atau di bumi, karena dari ucapan mereka bahwa
terpisahnya Allah dari Arsy-Nya dan terpisah-Nya dari bumi bermakna satu bahwa
Dia terpisah dari keduanya , tidak menyentuh salah satunya “. [6]
Kemudian
ath-Thabari melanjutkan :
وقالت فرقة أخرى
: كان الله تعالى ذكره قبل خلقه الأشياء ، لا شيء يماسه ، ولا شيء يباينه ، ثم خلق
الأشياء فأقامها بقدرته ، وهو كما لم يزل قبل خلقه الأشياء لا شيء يماسه ولا شيء
يباينه ، فعلى قول هؤلاء أيضا سواء أقعد محمدا صلى
الله عليه وسلم على عرشه ، أو على أرضه ، إذ كان سواء على قولهم عرشه وأرضه في أنه
لا مماس ولا مباين لهذا ، كما أنه لا مماس ولا مباين لهذه .
“ Kelompok
kedua berpendapat : “ Allah telah menyebutkan bahwa Allah sebelum mencipta sesuatu,
tidak ada sesuatu yang menyentuh-Nya dan juga tidak ada sesuatu yang berpisah
dari-Nya. Kemudian Allah mencipta segala sesuatu dan menegakkannya dengan
qudrah-Nya. Dan Allah ada sebagaimana waktu azali. Maka atas dasar madzhab
mereka ini juga, baik Allah mendudukkan Nabi Muhammad di atas Arsy-Nya atau di
bumi. Karena bagi mereka Arsy dan bumi tidak menyentuh Allah dan juga tidak
berpisah dari-Nya, sebagaimana Dia tidak menyentuh dan tidak berpisah dari ini
semua “.[7]
Penjelasan
:
Madzhab yang
kedua ini sangat jelas adalah madzhab Ahlus sunnah dari Asy’ariyyah dan
orang-orang yang mengikuti jalan mereka. Atas dasar ini, Asy’ariyyah tidak
menolak duduknya Nabi di atas Arsy, sebab bagi kelompok ini, sama saja mau Nabi
Muhammad duduk di atas Arsy atau di bumi, Allah tetap seperti sedia kala yang
tidak menyentuh sesuatu dan tidak butuh (bain) terhadap sesuatu. Diakui oleh
ath-Thabari bahwa kelompok ini tidak menolak duduknya Nabi di atas Arsy. Adapun
yang kelompok ini tolak adalah duduknya Allah di atas Arsy.
Dua kelompok
di atas menafikan mumasah (persentuhan) Allah kepada makhluk-Nya, ini jelas
bertentangan dengan pendapat Mujahid yang mengatakan Allah duduk bersama Nabi
Muhammad di atas Arsynya.
Kemudian
ath-Thabari melanjutkan :
وقالت
فرقة أخرى : كان الله عز ذكره قبل خلقه الأشياء لا شيء ولا شيء يماسه ، ولا شيء
يباينه ، ثم أحدث الأشياء وخلقها ، فخلق لنفسه عرشا استوى عليه جالسا ، وصار له
مماسا ، كما أنه قد كان قبل خلقه الأشياء لا شيء يرزقه رزقا ، ولا شيء يحرمه ذلك ،
ثم خلق الأشياء فرزق هذا وحرم هذا ، وأعطى هذا ، ومنع هذا ، قالوا : فكذلك كان قبل
خلقه الأشياءلا شيء يماسه ولا يباينه ، وخلق الأشياء فماس العرش بجلوسه عليه دون
سائر خلقه ، فهو مماس ما شاء من خلقه ، ومباين ما شاء منه ، فعلى مذهب هؤلاء أيضا
سواء أقعد محمدا على عرشه ، أو أقعده على منبر من نور ، إذ كان من قولهم : إن جلوس
الرب على عرشه ، ليس بجلوس يشغل جميع العرش ، ولا في إقعاد محمد صلى الله عليه وسلم موجبا له صفة الربوبية ، ولا
مخرجه من صفة العبودية لربه ، كما أن مباينة محمد صلى
الله عليه وسلم ما كان مباينا له من الأشياء غير موجبة له صفة الربوبية ، ولا
مخرجته من صفة العبودية لربه من أجل أنه موصوف بأنه له مباين ، كما أن الله عز وجل
موصوف على قول قائل هذه المقالة بأنه مباين لها ، هو مباين له . قالوا : فإذا كان
معنى مباين ومباين لا يوجب لمحمد صلى الله عليه
وسلم الخروج من صفة العبودة والدخول في معنى الربوبية ، فكذلك لا يوجب له ذلك
قعوده على عرش الرحمن ، فقد تبين إذا بما قلنا أنه غير محال في قول أحد
ممن ينتحل
الإسلام ما قاله مجاهد من أن الله تبارك وتعالى
يقعد محمدا على عرشه
“ kelompok
ketiga : “ Mengatakan bahwa Allah ketika belum mencipta sesuatu, tidak ada
sesuatu yang menyentuh atau bain dari-Nya, kemudian Allah mencipta sesuatu dan
mencipta Arsy untuk diri-Nya yang Allah beritsiwa duduk di atas-Nya dan
menjadikan Allah menyentuhnya. Sebagaimana ketika Allah belum mencipta, maka
tidak ada sesuatu yang ia beri rezeki atau mengharamkannya, kemudian mencipta
sesuatu, maka Allah memberikan rezeki kepada ini dan mengharamkan kepada ini.
Mereka berkata : “ Allah sebelum mencipta sesuatu tidak ada yang menyentuhnya
atau pun bain darinya, lalu mencipta sesuatu maka Allah Bersentuhan dengan Arsy
dengan duduk-Nya tanpa makhluk lainnya. Dia Allah bersentuhan dengan sesuatu
yang Allah kehendaki dan bain dari sesuatu yang Allah kehendaki “. Maka atas
dasar madzhab mereka, baik Allah mendudukkan Nabi Muhammad di atas Arsy atau
pun di atas mimbar dari cahaya, karena pendapat mereka adalah sesungguhnya
duduknya Allah di atas Arsy bukan duduk yang menempati semua Arsy-Nya, dan
bukan berarti dengan mendudukkannya Nabi Muhammad menjadikan Nabi Muhammad
memiliki sifat rububiyyah, dan tidak mengeluarkannya dari sifat ubudiyyah,
sebagaimana pisahnya Nabi Muhammad mengharuskkan memiliki sifat rububiyyah dan
mengeluarkannya dari sifat ubudiyyah karena dia disifati dengan bainunah
(terpisah/butuh makhluk). Sebagaimana atas dasar pendapat mereka ini bahwa
Allah disifati dengan bainunah darinya maka Allah juga bainunah darinya. Jika
makna bainunah seperti itu dan bainunah tidak menjadikan bagi Muhammad keluar
dari sifat ubudiyyah dan masuk pada sifat rububiyyah, demikian juga tidak
menjadikannya duduk di atas Arsy Allah”. Maka menjadi jelas dari apa yang kami
katakan bahwasanya tidak mustahil ucapan orang yang mengaku Islam dari apa yang
diucapkan Mujahid berupa ucapan bahwa Allah mendudukkan nabi Muhammad di atas
Arsy-Nya. “ [8]
Penjelasan
:
Ucapan
kelompok ketiga ini sangat jelas adalah ucapan kaum Mujassimah. Dari penadap
mereka ini jelas bahwa Allah duduk di atas Arsy dan bersentuhan dengan Arsy dan
Nabi Muhammad duduk bersama Allah. Inilah yang Ibnu Taimiyyah nisbatkan kepada
para ulama yang diridhaoi dan para wali yang diterima. Padahal jelas bahwa
ucapan atau pendapat ini adalah pendapat kelompok tertentu dari tiga pendapat
yang disebutkan oleh imam ath-Thabari di atas tadi. Maka ini jelas bertentangan
dengan pengakuan Ibnu Taimiyyah yang mengatakan ini adalah ucapan seluruh
kelompok Islam.
Dan dari semua
penjelasan ath-Thabari semakin jelas bahwa beliau bermaksud menetapkan bahwa
tidak mustahil duduknya Nabi di atas Arsy bukan membahas duduknya Allah di atas
Arsy, sebagaimana kesimpulan akhir beliau ini :
، فقد تبين إذا بما قلنا أنه غير محال في قول أحد ممن ينتحل
الإسلام ما قاله مجاهد من أن الله تبارك وتعالى
يقعد محمدا على عرشه
“ Maka menjadi
jelas dari apa yang kami katakan bahwasanya tidak mustahil ucapan orang yang
mengaku Islam dari apa yang diucapkan Mujahid berupa ucapan bahwa Allah mendudukkan
nabi Muhammad di atas Arsy-Nya. “
Dari semua
penjelasan imam Ibnu Jarir ath-Thabari ini, ada beberapa faedah yang dipahami
yaitu :
1. Pendapat
bahwa Allah tidak bersentuhan dengan sesuatu adalah pendapat jumhur kelompok
umat Islam.
2. Pendapat
bahwa Allah tidak bersentuhan dengan sesuatu dan tidak mubaayin, baik sewaktu
belum mencipta atau sesudahnya, maka ini adalah pendapat Ahlus sunnah, ahlul
haq.
3. Pendapat
bahwa Allah di atas Arsy-Nya dengan Dzat-Nya yakni Allah duduk di atas Arsy-Nya
dan bersentuhan dengan-Nya. Dan ini adalah pendapat mujassimah.
4. Pendapat
semua kelompok Islam adalah Allah sebelum mencipta sesuatu tidaklah bersentuhan
dan tidak baain dari sesuatu. Ini sangat berbeda pendapat dengan Ibnu Taimiyyah
yang meyakini bahwa tidaklah berlalu zaman bagi Allah kecuali ada bersamanya
sebagian makhluk yang Allah mubaayin dari-Nya atau Allah duduk di atas
Arsy-Nya, atau Allah senantiasa mubaayin atau bersentuhan dari makhluk-Nya, dan
ini adalah persoalan tasalsul nau’il aalam.
Adapun klaim
bahwa atsar Mujahid diterima oleh jumhur ulama, maka saya tampilkan sebagaimana
komenyat al-Imam Abdul Barr berikut ini :
على هذا أهل العلم في تأويل قول الله عز وجل : ( عَسَى
أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَحْمُوداً ) أنه الشفاعة .
وقد روي عن مجاهد أن المقام المحمود أن يقعده معه يوم
القيامة على العرش ، وهذا عندهم منكر في تفسير هذه الآية .
والذي عليه جماعة العلماء من الصحابة والتابعين ومن
بعدهم من الخالفين أن المقام المحمود هو المقام الذي يشفع فيه لأمته ، وقد روي عن
مجاهد مثل ما عليه الجماعة من ذلك ، فصار إجماعا في تأويل الآية من أهل العلم
بالكتاب والسنة
ذكر
ابن أبي شيبة عن شبابة ، عن ورقاء ، عن ابن أبي نجيح ، عن مجاهد في قوله تعالى : (
عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ
رَبُّكَ مَقَاماً مَحْمُوداً ) قال : شفاعة محمد صلى الله
عليه وسلم
“ Atas dasar
inilah para ulama mentakwil firman Allah “ Semoga Tuhanmu menutusmu kepada
kedudukan yang terpuji “, ditafsirkan dengan syafa’at. Dan telah diriwayatkan
dari Mujahid bahwa maqam mahmud adalah Allah mendudukkan Nabi Muhammad
bersama-Nya di atas Arsy, dan ini menurut mereka (para ulama) adalah mungkar di
dalam menafsirkan ayat ini. Dan yang disepakati oleh kelompok ulama dari
sahabat, tabi’in dan setelahnya dari orang yang berbeda pendapat dari Mujahid
adalah bahwa maqam mahmud ialah Nabi Muhammad menberikan syafa’at kepada
umatnya. Ini juga diriwayatkan dari Mujahid sebagaimana pendapat jumhur ulama.
Maka hal ini menjadi ijma’ di dalam mentakwil ayat dari para ulama dengan Quran
dan sunnah. Ibnu Abi Syaibah menyebutkan dari Syubabah dari Warqa dari Ibnu Abi
Najih dari Mujahid tentang firman Allah Ta’ala “ Semoga Allah mengutusmu kepada
kedudukan yang terpuji “, berkata bahwa itu adalah syafa’at nabi Muhammad
shallahu ‘alaihi wa sallam “. [9]
Salam..
ReplyDeleteboleh letak button follower tak....