Ditulis oleh: Ustazah Shofiyyah An-Nuuriyyah
Kaum Wahabi memang sejak awal selalu memusuhi mayoritas umat
muslim yang beraqidahkan Asy’ariyyah dan Maturudiyyah. Padahal akidah
asy’ariyyah dan maturudiyyah dipegang oleh mayoritas ulama Islam baik sejak
awal pernsyi’arannya hingga saat ini dan hingga hari akhir kelak.
Wahabi yang satu
ini cukup berani dan nekad memvonis asy’ariyyah, maturudiyyah sebagai ajaran
sesat yang menyimpang dari ajaran Ahlus sunnah dengan modal pengetahuan sejarah
yang seadanyanya dan minimum ilmu ini. Ternyata hujjah yang dilontarkan si Asrie
bin Shobrie ini tidak jauh berbeda dengan hujjah-hujjah para pendahulunya yang hanya
berdasarkan pemahaman pincang dan penuh tipu muslihat serta manipulasi ucapan
para ulama yang dibumbui penipuan dan pengkaburan terhadap pembacanya.
Kami akan buktikan
penipuan dan manipulasi yang ada dalam hujjah-hujjahnya sehingga pembaca bisa
menilai cacatnya pemahaman si wahabi ini dan kejahatan ilmiyyah yang
dilakukannya.
MUHAMMAD
ASRIE BIN SOBRI
mengatakan :
Antara
Tauhid yang perlu diimani dan diamalkan oleh seorang mukmin muslim adalah
Tauhid al-Asma’ wal Sifat yakni mengesakan Allah Taala dalam Nama-namaNya yang
Maha Elok dan Sifat-sifatNya yang Maha Sempurna. Namun, setelah munculnya
aliran pemikiran yang menyeleweng dalam kalangan kaum muslimin seperti
al-Jahmiah, al-Muktazilah, al-Kullabiah, al-Asyairah, dan al-Maturidiah yang
kesemua mereka ini berkiblat kepada hawa nafsu dalam memahami nas-nas al-Quran
dan al-Hadis umat Islam telah terpecah kepada beberapa golongan dalam masalah
Sifat-sifat Allah Taala.
Saya
jawab :
Hebat Benar si
Asrie ini, sudah berani memvonis kullabiyyah, asya’irah dan Maturidiah
menyeleweng dan berkiblat kepada hawa nafsu dalam memahami nash-nash al-Quran
dan Hadits bahkan mensejajarkan mereka dengan aliran jahmiyyah dan mu’tazilah. Berapa ribu ulama besar yang telah ia sesatkan dari
kalangan asyairah dan maturidiah?? Siapa dia jika dibandingkan imam Nawawi yang
ratusan kitabnya dimanfaatkan oleh seluruh kaum muslimin di belahan dunia ini
bahkan oleh wahabi sendiri ?? bukankah imam Nawawi bermadzhabkan al-asy’ary
dalam akidahnya ?? siapa dia jika dibandikan imam Ibnu Hajar al-Atsqalani yang
kitab-kitab syarh haditsnya banyak digunakan oleh seluruh kaum muslimin bahkan
oleh wahabi sendiri ?? siapa dia jika dibandingkan imam Abu Bakar al-Baqilani??
Imam ………..
MUHAMMAD
ASRIE BIN SOBRI
mengatakan :
Antara
golongan yang termasyhur dalam masalah ini adalah kaum Mutaawwilah yakni mereka
yang melakukan takwil tafsili dengan mengubah makan sifat-sifat Allah Taala
kepada makna yang sesuai dengan hawa nafsu mereka dan terdapat pula kaum yang
disebut sebagai Mufawwidah yakni mereka melakukan takwil Ijmali dengan
menyatakan bahawa sifat-sifat Allah Taala ini makna yang zahirnya tidak
dikehendaki bahkan hanya Allah jua yang mengetahui maknanya.
Kedua-dua
kaum ini merupakan pecahan daripada al-Asyairah dan al-Maturidiah yang
diiktiraf di rata-rata negara Islam dewasa ini sebagai Ahli Sunnah wal Jamaah
(yakni secara batil dan tertipu), namun akidah Tafwid yang dicetuskan oleh
mereka tidaklah mendapat sambutan hangat daripada pengikut aliran ini sendiri.
Namun,
apa yang menjadi tragedi adalah disandarkan akidah Tafwid ini sebagai akidah
yang diikuti oleh al-Salaf al-Soleh ridwanullahi alaihim ajmain. Ini merupakan
musibah yang dahsyat dan fitnag yang jelek kepada kaum Salaf yang termasuk
dalam kalangan mereka itu Rasulullah s.a.w dan para Sahabat baginda
ridwanullahi alaihim ajmain. Oleh itu, menjadi satu kesedaran tanggungjawab
untuk saya menjelaskan kekeliruan yang amat kabur ini supaya kita tidak tertipu
dan terjebak ke dalam najis Ilmu Kalam ini.
Saya jawab :
Rupanya si ASRIE
ini sama seperti ustadz-ustadz wahabi lainnya yang hanya bisa taqlid buta
dengan doktrin-doktrin ulama wahabi yang menilai kaum asy’ariyyah yang
mentakwil secara tafsili maupun ijmali sebagai kaum sesat yang menyimpang dari
akidah Ahlus sunnah wal jama’ah.
Sangat jelas penilaian
si Asrie ini buta sebelah tanpa mau merujuk refrensi-refrensi yang valid dan
akurat dan hanya merujuk kitab-kitab sepihak yang menyesat-nyesatkan kaum
asyairah dan maturidah.
Dia pun tidak
mengetahui kebenaran adanya kaum salaf yang melakukan takwil baik secara ijmali
(tafwidh) maupun secara tafsili. Untuk
hujjah-hujjahnya saya akan tampilkan seiring argumentasi yang dilontarkan si
Asrie nanti. Dan pembaca akan melihat dengan terang dan jelas kebathilan klaim
mereka.
MUHAMMAD
ASRIE BIN SOBRI
mengatakan :
Hasil
daripada penjelasan ini, menurut kaum Mufawwidah, nas-nas sifat adalah umpama
rumuz (bahasa isyarat dan simbol), tidak difahami apakah maknanya tetapi yang
mengetahui maknanya hanyalah yang mencipta rumuz itu atau mereka yang
diberitakan berkenaannya. Manhaj Tafwid dengan ini menyandarkan kejahilan
kepada para Ulama Salaf ridwanullahi alaihim ajmain di mana mereka ini tidak
mengetahui dan tidak memahami makna-makna nas ini seumpama kita tidak faham
bahasa ayam dan itik. Oleh itu, Imam Ibn Qayyim menamakan mereka ini sebagai
Ahli Tajhil (Kaum yang menjahilkan Salaf). [al-Sawaiq al-Mursalah, 422-423].
Saya jawab :
Si Asrie dengan
bertaqlid kepada Ibnul Qayyim yang mengklaim kaum mufawwidhah sebagai kaum
tajhil (kaum yang menjahilkan salaf), sangat miskin refrensi, sangat banyak
para ulama besar yang menolak dan membantah statement seperti itu kerana memang
sebenarnya ada dari sebagian ulama salaf yang mentafwidh ayat-ayat shifat sama
adanya mentafwidh secara ijmali atau
tafsili dengan mentakwilnya. Sebentar
lagi saya akan buktikan bahwa merekalah sebenarnya yang pantas dan layak
disebut kaum jahl dan tajhil.
MUHAMMAD
ASRIE BIN SOBRI
mengatakan :
Sebab
Munculnya Mazhab Tafwid:
Syeikh
Ahmad al-Qadi Hafizahullah menyatakan terdapat lima sebab yang membawa kepada
wujudnya mazhab Tafwid dan penisbatannya kepada Mazhab Ahli Sunnah wal Jamaah
al-Salafiah:
1- Kefahaman yang salah berkenaan mazhab
Salaf.
2- Kemasukan unsur-unsur akal yang batil
terutama Ilmu Kalam dan Falsafah Aristotle.
3- Takut orang-orang awam yang jahil terjebak
dalam tasybih (ini terdapat unsur penaruh sufi di mana mereka membahagikan
manusia kepada awam dan khawas).
4- Jahil dan sangkaan bahawa mazhab tafwid
adalah mazhab yang sahih.
5- Cubaan untuk keluar daripada
pertelingkahan dan mencari titik kesamaan pada sangkaan mereka. (Hal ini
berlaku kepada Hasan al-Banna r.h apabila cuba hendak menyatukan Salafi dan
kaum bidaah dalam partinya al-Ikhwan). [Mazhab Ahli al-Tafwid, m.s 41 dan rujuk
juga muka surat sebelumnya].
Kefahaman
yang salah berkenaan manhaj salaf berlaku apabila terdapat kalangan kaum
al-Asyairah yang cuba hendak memahami akidah Salaf namun mereka melihatnya
daripada kaca mata manhaj kalam mereka yang batil. Demikian juga mereka ini
mengikut mutasyabihat daripada perkataan Ulama Salaf seperti yang akan kita
bentangkan dalam perbahasan menolak syubhat mereka.
Mutasyabihat
dalam perkataan salaf tidak dapat dinafikan kewujudannya kerana mutasyabihat
berlaku dalam Kalam Allah Taala yang bukan makhluk maka lebih utama berlaku
dalam kalam makhluk yang daif. Demikian Ahli Kalam mereka terlalu mengikut
mutasyabihat dalam al-Quran dan Hadis maka amat mudah untuk mereka terjebak
dalam mengikut mutasyabihat dalam perkataan salaf.
Manhaj
Tafwid merupakan manhaj yang marjuh di sisi Ulama al-Asyairah bahkan yang rajih
menurut mereka adalah manhaj Takwil Tafsili namun kerana hendak menjaga hati
sekutu dan rakan separti seperti yang berlaku kepada Hasan al-Banna r.h, maka
manhaj Tafwid ini telah dihidupkan semual dan diulang-ulang oleh pemimpin
mereka selepas beliau seperti Fathi Yakan dalam Maza Yakni Intimai lil Islam.
Saya
jawab :
Penilaian bercampur baur yang dipaksa-paksakan ilmiyyah padahal jauh dari sasaran sebenarnya.
1. Kefahaman
yang salah berkenaan mazhab Salaf.
Penilaian ini justru muncul dari butanya kaum wahabi
dari sejarah dan refrensi-refrensi yang akurat. Justru realitanya merekalah
yang telah berdusta atas nama madzhab salaf sebagaimana saya akan buktikan
nanti.
2. Kemasukan unsur-unsur akal yang batil terutama Ilmu Kalam dan
Falsafah Aristotle.
Kita akan buktikan akal siapa sebenarnya yang batil?
Ilmu kalam adalah ilmu yang madzhlum (yang dizholimi)
oleh kaum wahabi padahal ilmu kalam adalah ilmu tauhid. Imam Ghazali
menjelaskan secara matang dan ilmiyyah serta bijaksana tentang ilmu kalam dalam
kitab Ihyanya beliau mengatakan bahwa “ hukum
ilmu kalam diperinci. Mengharamkan ilmu kalam secara muthlaq adalah salah dan
membolehkan ilmu kalam secara muthlaq juga salah.
Hukum ilmu kalam terbagi menjadi empat : Halal, sunnah, wajib dan haram menurut situasi dan kondisinya
Perkara yang haram terkadang dihukumi haram karena dzatnya seperti khomer (arak) dan bangkai. Alasan keharaman karena dzatnya adanya sifat pada dzatnya yaitu khomer sifatnya memabukkan dan bangkai sifatnya mati.
Dan dihukumi haram karena yang
lainnya (bukan dzatnya) seperti makan tanah atau berwudhu dengan air curian.
Tanah hukumnya halal tp karena membahayakan jika dimakan maka menjadi haram.
Demikian juga air hukumnya halal tapi karena diperoleh dengan cara mencuri maka
hukumnya haram.
Demikian juga ilmu kalam atau ilmu tauhid hokum aslinya adalah halal atau ada manfaatnya yaitu menjaga aqidah dari ajaran-ajaran yag rancu.
Dan menjadi haram atau ada madhorotnya jika mendorong pada kesyubhatan dan menggoyahkan aqidah dari kekokohan dan juga dapat memperkuat aqidah orang-orang ahli bid’ah di dalam dada mereka sekiranya ahli bid’ah semakin terus berkeyakinan pada bid’ahnya akan tetapi jika ia memiliki sifat fanatisme. Oleh karena itu kamu melihat ahli bid’ah yang awam masih bisa lepas dari aqidah bid’ahnya dengan sikap lembut, kecuali jika ia tumbuh di kalangan yang suka berdebat dan fanatisme. Karena seandainya orang-orang dulu dan sekarang jika bersatu untuk membenarkan aqidahnya, tidak akan mampu mencabut aqidah bid’ahnya dari dadanya bahkan hawa nafsu dan fanatisme serta membenci lawannya akan menguasai hatinya dan mencegahnya dari mengetahui kebenaran, sampai-sampaib seandainya ditanyakan padanya “ Apakah kamu mau Allah menyingkap kebenaran dan memberitahumu bahwa kebenaran ada pada lawanmu ? “ maka niscaya ia akan membenci hal itu karena takut lawannya menjadi senang sedangkan ia susah atau malu.
Kesimpulannya adalah : Orang-orang awam yang sibuk dengan aktifitas kerjanya, wajib meninggalkan ilmu kalam atas dasar kesalamatan bagi aqidahnya yang telah ia pelajari dasar-dasarnya sebagaimana yang telah tersusun dalam QOWAIDUL AQOOID imam Ghozali atau AQIDATUL AWAM. Karena mempelajari ilmu kalam bisa membahayakannya, sebab terkadang membuatnya ragu dan goyah aqidahnya maka tidak memunkinkan untuk meluruskannya stelah itu.
Adapun orang awam yang bid’ah maka sebaiknya
diajak kebenaran dengan sikap lembut yang berdasarkan dalil al-Quran dan hadits
yang diselai dengan nasehat lembut karena hal itu lebih berpengaruh dan lebih
bermanfaat ketimbang berdebat.
Adapun jika di daerah itu sedikit adanya bid’ah maka sebaiknya cukup dengan mengajarkan aqidah ringkas dasarnya saja seperti AQOOIDUL AQOOID imam Ghozali. Tidak harus mnyebutkan dalil-dalilnya jika tidak ada keraguan, namun jika ada keraguan maka menyebutkan dalil sekedar butuhnya.
Jika di daerah itu bid’ah sudah mnyebar dan banyak terjadi (seperti di Indonesia ini yang banyak ajaran atau tauhid wahhabi menyebar dikalangan Ahlus sunnah bahkan ada yang menjadi kurikulum di sekolah-sekolah NU dan sudah banyak buku-buku gratis ajaran bid’ah mereka yang dibagi-bagikan saat hendak berangkat haji atau pulang haji) dan ditakutkan bagi anak-anak kecil dan awamnya tertipu akan hal tersebut, maka tidak mengapa mengajarkan lebih dari dasarnya namun tetap menurut kadarnya masing-masing seperti kitab ar-Risalatul Qudsiyyah imam ghozali. Supaya hal itu menjadi penolak pengaruh ajaran-ajaran ahli bid’ah.
Allah Swt btelah berfirman “ قل هاتوا برهانكم “ (katakan; tunjukkan pembuktiannmu),
“ وتلك حجتنا آتيناها ابراهيم على قومه “ (itulah hujjah kami yang kami berikan kepada Ibrahim untuk menghujjah kaumnya)
Para sahabat R.anhum dahulu mendebat orang-orang yang ingkar dan orang yang pertama kali mengajak ahli bid’ah dengan perdebatan adalah imam Ali Ra yang diutus Ibnu Abbas Ra kepada kaum khowarij untuk mendebat mereka yang pada akhirnya dua ribu dari kaum khowarij kembali kepada ajaran imam Ali Ra.
Hasan al-Bashri pun pernah mendebat seorang dari golongan qodariyyah lalu orang itu kalah dan bertaubat. Dan masih banyak lagi para sahabat lainnya.
Adapun larangan imam Syafi'i mempelajari ilmu kalam adalah karena berakibat menimbulkan keraguan bagi orang-orang awamnya. Suatu hari seorang sahabat imam syafi'i yang mengadu pada imam syafi'i, si fulan memberitahukan aku, bahwa Allah begini begini, kemudian imam syafi';i berkata pada shahabatnya, katakanlah pada si fulan begini begini. dan peristiwa ini terjadi berulang ulang pada murid imam syafi'i. oleh karena itu, imam syafi'i melarang membahas ilmu kalam karena menimbulkan keraguan.
3. Takut orang-orang awam yang jahil terjebak dalam tasybih (ini terdapat unsur penaruh sufi di mana mereka membahagikan manusia kepada awam dan khawas).
saya jawab :
Penilaian dari orang yang tidak berilmu atau berilmu
tapi bodoh. Sudah jelas dan disepakati bahwa dalam Al-Quran ada ayat Muhkamaat
dan Mutasyabihaat. Dalam memahami bahasa Arab saja memiliki uslub-uslubnya
apalagi memahami kandungan al-Quran tidak semua orang boleh menafsirkan
maknanya terlebih orang awam.
Sebelum Islam
datang dan sesudahnya, bahasa arab pun juga memiliki makna yang berlainan,
misal sebelum Islam datang Sholah bermakna
doa dan setelah Islam datang
sholah bermakna segala perbuatan dan ucapan yang dimulai degn takbir dan
diakhiri dgn salam.
Dalam bahasa arab
pun juga memiliki makna Haqiqatan dan Majaazan contoh yang majaazan Hadits Nabi
Saw :
أسرعكن لحوقا بى أطولكن يدا
“
Paling segeranya di antara kalian (keluarga Rasul) yang menyusulku adalah yang
paling panjang tangannya “.
Makna hadits itu
bukan berarti tangan yang paling panjang, tapi yang paling banyak shodaqahnya.
Demikian juga makna
bhsa arabnya dalam kalam bermakna dgn makna yang berlainan sesuai Siyaqul
kalamnya.
Nah dalam aya-ayat
al-Quran dan
sebagian hadits ada yg disebut sebagai Muhkam dan mutasyabih.
Muhkamat :
Ayat-ayat yang terang dan jelas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
Mutasyabihat : Ayat
yang tidak jelas maksudnya, yang seoalah menyerupakan Allah dengan makhluknya.
Ayat-ayat Muhkamat
oleh Allah disebut dengan Ummul kitab (pokok-pokok isi al-Quran), karena ayat
muhkamat tsb yang harus menjadi acuan dan rujukan dalam memahami ayat-ayat
mutasyabihat.
Di antaranya ayat :
“ ليس
كمثله شيئ “
Allah dan Rasul-Nya
telah mengajarkan pada kita bagaimana cara menyikapi ayat-ayat mutasyabihat.
Yaitu agar kita mengimani dan membenarnkan adanya sifat-sifat yang Allah
sebutkan dalam al-Quran maupun haditsnya tanpa menanyakan kaifiyat dan tanpa
menyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Dan Allah melarang dan mengecam
orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabihat dengan tujuan menimbulkan
fitnah bagi kaum muslimin lainnya.
Oleh sebab itu imam
Ahmad Ar-Rifa’i
(W 578 H?),
yang sangat dipuji-puji Ibnu Taimiyyah dlm salah satu kitabnya) mengatakan :
صونوا عقائدكم من التمسك بظاهر ما تشابه من الكتاب والسنة فان ذالك من اصول الكفر
“Jagalah
aqidah kamu sekalian dari berpegang kepada zhahir ayat al Qur'an dan hadits
Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam yang mutasyabihat sebab hal ini
merupakan salah satu pangkal kekufuran".
(Burhan al-Muayyad)
Jelas, dilarang
mengikuti makna dhahir dari ayat-ayat mutasyabihat, sebab makna dhahir dlm bhsa
arab memiliki makna yang banyak contohnya Istawa, ini memiliki 15 makna dan tak
ada satupun satu makna yang mewakili makna Istawa shingga maknanya menjadi
mutasyabih / samar. Jika kita ikuti makna dhahirnya, maka mnjadikan pemhaman
bahwa Allah itu istaqarra / bersemayam di atas arsy sedangkan kata istaqarra /
semayam itu sifat makhluk. Maka kita telah menyerupakan Allah dengan sifat makhluknya padahal
Allah tidak
seperti
makhluk-Nya.
Dan sebab itulah
imam Ath-Thahawi (ulama salaf) berkata : Barangsiapa yang mensifati
Allah dengan makna / sifat dari
makna-makna /sifat-sifat makhluk, maka dia telah kafir “.
Maka bodoh sekali
wahabi menjudge / mendiskriditkan shufi dalam masalah ini, bukankah Allah telah
membahagi manusia menjadi orang yang alim (paham) dan orang yang tidak alim
(tidak paham) dalam banyak ayat di Al-Quran ??
4. Jahil dan sangkaan bahawa mazhab tafwid adalah mazhab yang sahih.
Sebentar lagi kita akan lihat dan buktikan kebathilan
sangkaan wahabi ini.
5. Cubaan untuk keluar daripada pertelingkahan dan mencari titik
kesamaan pada sangkaan mereka. (Hal ini berlaku kepada Hasan al-Banna r.h
apabila cuba hendak menyatukan Salafi dan kaum bidaah dalam partinya
al-Ikhwan). [Mazhab Ahli al-Tafwid, m.s 41 dan rujuk juga muka surat
sebelumnya].
Penilaian kelima ini saya anggap ocehan si Asrie saja yang
tidak ilmiyyah sama sekali jadi tak perlu saya tanggapi.
No comments: