Pelurusan Keenam
حلول الحوادث
بذات الله
Berlaku Perbuatan-Perbuatan
Baru Pada Zat Allah
Syaikh Murad Syukri mengatakan “ ketahuilah
bahawa yang dimaksudkan oleh al-Mutakallimin dengan ungkapan ini ialah
menafikan perbuatan-perbuatan al-Ikhtiyariyyah bagi Allah Subhanahu
wa Ta'ala.[1] Contoh perbuatan al-Ikhtiyariyyah ialah Datang,
Redha, Murka dan sebagainya. Mereka menggambarkan perbuatan-perbuatan ini
sebagai “berlakunya perbuatan-perbuatan baru pada zat Allah”, atas tujuan
menjauhkan orang awam dari perkara yang tidak diketahui hakikatnya. Mereka
tidak maksudkan dari perkataan itu untuk tujuan mencari kebenaran, tetapi untuk
menafikan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla.”
Jawaban :
Di sini justru ia menuduh asy’ariyyah
dan mutakallimin dengan tuduhan yang tidak sesuai faktanya.
Asy’ariyyah menetapkan sifat-sifat
Allah ta’aala dan menafikan sifat-sifat baru bagi Allah Ta’ala sebagaimana
dikatakan oleh Al-Imam an-Nawawi
rahimahullah :
إِنَّ اللهَ تَعَالىَ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىْءٌ , مَنَزَّهٌ عَنِ التَّجْسِيْمِ
وَاْلاِنْتِقَالِ وَالتَّحّيُّزِ فيِ جِهَةِ وَعَنْ سَائِرِ صِفَاتِ اْلمَخْلُوْقِ
“
Sesungguhnya Allah Ta’aala tidak ada sesuatupun yang menyerupainya, Maha Suci
dari tajsim (bentuk dan sifat makhluk), berpindah dan dari terbatas dengan arah
dan dari semua sifat makhluk-Nya “[1]
Keyakinan Ibnu Taimiyyah tentang sifat
hawadits :
Ibnu Taimiyyah mengatakan :
لأصل الثاني " : نفيهم أن تقوم به أمور تتعلق بقدرته
ومشيئته ويسمون ذلك " حلول الحوادث " . فلما كانوا نفاة لهذا امتنع
عندهم أن يقوم به فعل اختياري يحصل بقدرته ومشيئته ; لا لازم ولا متعد ; لا نزول
ولا مجيء ولا استواء ولا إتيان ولا خلق ولا إحياء ولا إماتة ولا غير ذلك .
فلهذا فسروا قول السلف بالنزول بأنه يفعل ما يشاء على أن مرادهم حصول مخلوق منفصل ; لكن كلام السلف صريح في أنهم لم يريدوا ذلك وإنما أرادوا الفعل الاختياري الذي يقوم به
فلهذا فسروا قول السلف بالنزول بأنه يفعل ما يشاء على أن مرادهم حصول مخلوق منفصل ; لكن كلام السلف صريح في أنهم لم يريدوا ذلك وإنما أرادوا الفعل الاختياري الذي يقوم به
“ Asal kedua : penafian mereka terhadap
perkara yang berdiri dengan Dzat Allah yang berhubungan dengan kemampuan dan
kehendak Allah dan menamainya dengan masuknya hawadits (perkara baru). Ketika
orang-orang yang menafikan hal ini, maka mereka menolak adanya perkara ikhtiariyyah
yang berdiri pada Allah yang dihasilkan
dari sifa kekuasaan dan kehendak Allah baik yang lazim maupun yang muta’addi,
sifat nuzul, maji’, ityan, penciptaan, menghidupkan, mematikan dan selainnya. Oleh
sebab ini mereka menafsirkan ucapan salaf “nuzul” dengan bahwa Allah maha
melakukan apa yang Allah kehendaki dan maksud mereka adalah terjadinya makhluk
yang terpisah. Akan tetapi ucapan salaf
sangat jelas bahwa mereka tidak bermaksud demikian, dan salaf hanya bermaksud
perbuatan ikhtiariyyah yang berdiri dengan Dzat Allah “.[2]
Penjelasan :
Ibnu Taimiyyah di sini meyakini bahwa
af’al ikhtiariyyah Allah terbagi menjadi dua : pertama lazim ; yaitu lazim pada
dzat-Nya dalam artian yang efeknya tidak berimbas pada selain-Nya seperti sifat
nuzul (turun), maji dan ityan (dating). Yang kedua ‘ adalah muta’addi yakni
seperi menciptakan, menghidupkan dan mematikan.
Maka dari sini dapat dipahami bahwa ta’alluq
qudrah semisal menciptakan, menghidupkan dan mematikan di sisi Ibnu Taimiyyah
merupakan af’aal haditsah (perbuatan baru). Makna haditsah di sini adalah
memiliki permulaan dan akhir. Dalam artian afa’al haditsah ini berdiri pada
Dzat Allah kemudian berhenti, lalu berdiri af’al lainnya kemudian hilang dan
demikian seterusnya, af’al itu bersifat hawadits (baru) yang berkesinambungan /
berterusan sejak azali sampai selamanya dalam Dzat Allah, dan menisbatkan
pemahaman ini kepada salaf padahal salaf berlepas diri dari hal ini.
Akidah Ahlus sunnah yang benar adalah :
Sesungguhnya Allah bersifat dengan sifat-sifat yang memunculkan af’al dan af’al
ini sendiri tidak berdiri sendiri pada Dzat Allah ta’alaa melainkan sifat-sifat
itu sendiri yang berdiri pada Dzat Allah seperti sifat qudrah, iradah dan
lainnya. Maka af’al adalah bersifat makhluk oleh karenanya af’al tidak bisa
dikatakan berdiri pada Dzat Allah Subhanu wa Ta’alaa karena makhluk tidak
menempel pada Dzat Allah.
No comments: