Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya dan
memohon pertolongan-Nya.Kami juga memohon perlindungan kepada-Nya terhadap
keburukan-keburukan hawa nafsu kami, serta berlindung terhadap akibat perbuatan
buruk kami. Barangsiapa
diberi karunia hidayah oleh Allah, niscaya ia akan mendapatkan hidayah.
Barangsiapa disesatkan Allah, maka tidak ada siapapun yang dapat memberinya
petunjuk.
Telah masyhur kebiasaan orang-orang syi’ah
yang suka sekali menyebarkan kisah polemik antara sahabat dan ahlu bayt Nabi
rodhiyallohu ‘anhum dan isu kedholiman Sahabat kepada Ahlu bayt Nabi. Tujuan
dan maksud mereka tidaklah lain untuk menanamkan keraguan dan kebimbangan pemikiran
dikalangan awam, sehingga pada akhirnya mereka dapat dengan mudah berhasil
menanamkan aqidah sesat mereka.
Di dalam artikel ini, saya akan membahas tentang jalinan kasih
sayang di antara sahabat dan ahlu bayt radhliyallahu 'anhum. Akan tetapi
sebelum itu , penulis ingin mengingatkan akan sebuah nasihat yang indah dari sahabat
Nabi yang mulia Sa’ad bin Abi Waqqosh radhiyallohu ‘anhu. Beliau berkata :
manusia (ummat Muahmmad) – dipandang dari sisi zaman - terbagi kedalam tiga
manzilah , telah berlalu masa dua manzilah, dan masih
tersisa satu , maka yang terbaik yang dapat kalian lakukan ialah berusaha untuk
masuk kedalam manzilah yang tersisa itu, kemudian beliau membaca ,
}لِلْفُقَرَاءِ
الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ
يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ} [الحشر:8[
Artinya :
(Juga) bagi orang fakir
yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka
(karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah
dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar (Al-Hasyr. 8).
Kemudian beliau berkata :
mereka (yang disebut dalam ayat diatas) adalah (sahabat) muhajirin , ini adalah
manzilah (pertama) , dan telah berlalu masa mereka , lalu melanjutkan membaca ,
}وَالَّذِينَ
تَبَوَّأُوا الدَّارَ وَالْأِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ
إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ
عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ} [الحشر:9[
Artinya :
Dan orang-orang yang telah menempati kota
Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin),
mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan
mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang
diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang
Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.Dan
siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang
beruntung.(Al-Hasyr. 9).
Beliau melanjutkan , mereka itulah (sahabat)
Anshor , ini adalah manzilah (kedua) , dan telah berlalu (pula) masa mereka ,
kemudian membaca:
}وَالَّذِينَ
جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْأِيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً
لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ} [الحشر:10[
Artinya :
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami
dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman;
Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."(Al-Hasyr. 10).
Telah usai dua manzilah dan tersisa satu (manzilah ini), maka yang terbaik
bagi kalian berusaha untuk dapat masuk kedalam manzilah yang tersisa itu.Ya rabb,
jadikanlah kami termasuk kedalam manzilah yang tersisa itu , janganlah engkau
haramkan atas kami karuniamu , jangan engkau cegah kami dari rahmatmu , amin.
Telah ditetapkan dalam kitab-kitab mu’tabar
(diperhitungkan/terpercaya) dari kalangan ulama syi’ah sendiri, hadist-hadist
yang menjelaskan fakta dan hakikat yang bertentangan dengan apa yang keluar
dari lisan mereka. Bahwa
kitab-kitab tersebut menjelaskan kedekatan hubungan kedua belah pihak (sahabat
dan ahlu bayt). Itulah mengapa jarang kita jumpai kitab–kitab syi’ah beredar
umum di book stores, itu karena dalam kitab-kitab mereka sendiri banyak
pemahaman yang bersifat tanaqudh (kontradiktif) dengan apa yang telah mereka
sampaikan dan yakini selama ini.
Kasih sayang di antara sahabat dan ahlu bayt tetaplah terjalin
sekalipun pernah terjadi perselisihan di antara mereka. Inilah hakikat yang
ada,walaupun para pembohong sengaja menyembunyikannya, Hakikat ini akan tetap
menjadi sinar terang yang akan membantah anggapan-anggapan yang salah dari kaum
syi’ah (rofidhoh). Anggapan dan khayalan yang selalu mereka hembuskan untuk
memuaskan hawa nafsu yang ambisius, demi mencapai tujuan mereka,sekaligus
memecah belah dan menyilangselisihkan umat ini.
Sebenarnya banyak sekali dalil yang menjelaskan baiknya hubungan
sahabat dan ahlu bayt Nabi rodhiyallohu ‘anhum.Berdasar dengan penkajian
mendalam pada kitab ulama syi’ah, supaya kita mengetahui dengan sebenarnya
fakta yang terpendam selama ini.Disini saya membagi setidaknya menjadi empat
pokok pembahasan :
1. Jalinan perkahwinan (mushoharoh) antara sahabat dengan ahlu bayt nabi.
2. Ahlu bayt memberi nama anak-anak mereka dengan nama-nama sahabat
yang masyhur begitu pula sebaliknya.
3.
Saling puji antara sahabat dan ahlu bayt.
4.
Ahlu bayt meriwayatkan hadist dari sahabat begitu pula sebaliknya.
I.JALINAN
PERKAHWINAN ANTARA SAHABAT DAN AHLU BAYT
Tidak dapat
dipungkiri adanya ikatan kekeluargaan yang erat diantara sahabat dan ahlu bayt,
fakta ini hanya akan membuat sempit hati pendengki dan pencaci sahabat,
bagaimana tidak, bukankah sudah menjadi fitrah manusia, seseorang tidak akan
menikahkan putri atau saudarinya dengan orang yang tidak dia cintai, lebih lagi
kepada orang yang memusuhinya.Fakta sejarah ini telah ditetapkan dalam kitab
tarikh ahlu sunnah dan syi’ah.
i. Pernikahan Umar ibn khottob dengan Ummu kultsum bintu Ali bin Abi
tholib, dari pernikahan ini lahirlah Zaid dan Ruqoyyah.
محمد بن أحمد بن يحيى عن جعفر بن محمد
القمي عن القداح عن جعفر عن ابيه عليهالسلام قال :
ماتت ام كلثوم بنت علي عليهالسلام
وابنها زيد بن عمر بن الخطاب في ساعة واحدة لا يدرى ايهما هلك قبل فلم يورث احدهما
من الآخر وصلى عليهما جميعا
“Muhammad bin ahmad dari Yahya dari ja’far bin Muhammad Al qummi
dari Alqoddah dari Ja’far dari ayahnya (Muhammad Al bagir) ‘alaihis salam,
berkata :”telah wafat Ummu kultsum putri Ali ‘alaihi salam
beserta anaknya pada saat bersamaan, tidak diketahui siapa diantara keduanya
yang wafat terlebih dahulu, sehingga kedunay tidak saling mewarisidan mereka
disholati bersama”. (Tahdzibul
ahkam, karya Abu ja’far Muhammad bin Al hasan bin Ali bin Al hasan At thusiy,
juz 9. Dan Wasailu syi’ah, karya As syaikh Muhammad bin Al hasan Al hur Al
‘amiliy, jus 26).
Riwayat ini
memang tidak menjelaskan secara eksplisit perkawinan Umar bin khottob dengan
Ummu kultsum , tetapi jelas sekali disitu disebutkan bahwa ayah
dari putra Ummu kultsum binti Ali bin Abi tholib adalah Umar bin Khottob
rodhiyallohu ‘anhum ajma’in.
Sudah barang
tentu perkahwinan agung tersebut tidak boleh terbantahkan bagai sinar matahari
di siang hari lagi cerah, sungguhini adalah kenyataan pahit bagi pembenci
sahabat mulia Umar bin khottob( رضى عنه الله ), lalu apakah mereka pasrah dan menerima begitu saja kenyataan ini?
Tentu saja tidak, mereka kerahkan segala upaya untuk “lari” dari fakta sejarah
ini.
Diantara mereka bahkan menyangkal kesahihan riwayat perkahwinan
Ummu kutsum dengan Umar bin khottob, mereka menilai riwayat tersebut palsu,
khurafat, dan tidak lebih dari dongeng buatan ahlu sunnah. Namun
semua tuduhan itu berbalik kepada mereka, catatan pernikahan tersebut ada pada kitab hadist yang paling dapat diandalkan Syiah, Al - Kafi
. Ada setidaknya empat Hadis dikaitkan dengan imam ja’far as sodiq ( رضى عنه الله )yang menegaskan
pernikahan Ummu Kulthum ( رضى الله عنها ) dengan Umar ( رضى عنه الله ) . Bahkan , pada juz 5
dalam Kitab Pernikahan ( Kitab an- Nikah ) di Furuu’ Al - Kafi terdapat bab
khos didedikasikan untuk pernikahan Umm Kulthum ( رضى الله عنها ) dan disebut “ Bab
Tazwij Umm Kulthum” .
Adapula diantara mereka yang menjelaskan bahwa bagaimanapun perkawinan
tersebut tidak menciptakan atau setidaknya menggambarkan adanya jalinan kasih
sayang antara sahabat dan ahlu bayt, hal itu berdasar pada riwayat berikut :
Riwayat pertama :
محمد بن أبي عمير، عن هشام بن سالم، عن أبي عبد الله (عليه السلام) قال: لما خطب إليه قال له أمير المؤمنين: إنها صبية قال: فلقى العباس فقال له: مالي أبي بأس؟ قال: وما ذاك؟ قال :خطبت إلى ابن أخيك فردني أما والله لأعورن زمزم ولا أدع لكم مكرمة إلا هدمتها و لأقيمن عليه شاهدين بأنه سرق ولأقطعن يمينه فأتاه العباس فأخبره وسأله أن يجعل الامر إليه فجعله إليه.
Muahammad bin Abi Umair dari Hisyambin Salim dari Abi Abdillah (AS)
berkata :Ketika Umar
meminang kepada Amiral-Mu'minin, dia berkata, "Dia masih anak kecil." Kemudian dia (Umar) bertemu Abbas dan bertanya, "Apa yang salah dengan saya?
Apakah ada masalah dengan saya? "Tanya Abbas, 'Kenapa?' Umar menjawab, 'Aku meminta keponakan Anda untuk menikahkan saya dengan putrinya, dan dia menolak saya. Oh, saya
bersumpah demi Allah, saya akan mengisi (menutup) sumur
Zamzam dengan tanah, aku akan menghancurkan setiap kehormatan
yang kalian miliki, dan aku akan mendatangkan dua saksi
untuk bersaksi bahwa dia (telah) mencuri, supaya aku memotong
tangan kanannya. 'Abbas kemudian datang
ke Ali dan memberitahukan apa yang telah terjadi. Dia meminta Ali untuk menempatkan masalah ini di tangannya (umar)[1] , dan Ali memenuhi. " (Al
kafi, al kulaini, juz 5, hal.346)
Riwayat kedua :
علي بن
إبراهيم عن أبيه عن ابن أبي عمير عن هشام بن سالم وحماد عن زرارة عن أبي عبد الله
(ع) في تزويج أم كلثوم فقال: إن ذلك فرج غصبناه
Diriwayatkan Ali bin Ibrahim dari ayahnya dari Abi Umair dari
Hisyam bin salim dari Zuroroh dari Abi Abdillah ‘alaihi salammengatakantentang
pernikahanUmmKulthum: "Itu adalah vagina yangkita dipaksauntuk memberi."(Al
kafi, al kulaini, juz 5, hal.346).
Saya katakan:
Kita boleh ambil kesimpulan penting dari riwayat pertama :
1. Riwayat itu tidak menafikan adanya pernikahan antara Ummu kulthum dengan Umar bin khottob, tetapi justru sebaliknya.
2. Tidakkah mereka berpikir bagaimana bisa Imam Ali bin Abi tholib seorang yang pemberani, perkasa, tidak diragukan lagi ketangguhannya di medan pertempuran memberikan putrinya begitu saja untuk menikah dengan Umar, seorang yang (menurut syi’ah) telah memukul istrinya (Fathimah putrid Nabi SAW) hingga anak yang dikandungnya mati?Ini membuktikan bahwa pada sejatinya syi’ah telah merendahkan derajat Imam Ali bin Abi tholib ( رضى عنه الله ) dan menggambarkannya sebagai pengecut, bagaimana tidak, bahkan orang berstatus rendah saja akan memiliki cukup keberanian untuk membela kehormatan keluarganya dan menolak memberikan putrinya kepada seorang pembunuh dan cabul.
3. bukankah pernikahan yang dipaksakan itu tidak sah menurut hukum syari’at? Demi Allah, Imam Ali tidak akan membiarkan anaknya hidup bersama dengan laki-laki asing tanpa ada hubungan perkahwian yang syar’i? Demi Allah tidak satupun ahlu sunnah akan menilai Imam Ali sedemikian rendahnya.
1. Riwayat itu tidak menafikan adanya pernikahan antara Ummu kulthum dengan Umar bin khottob, tetapi justru sebaliknya.
2. Tidakkah mereka berpikir bagaimana bisa Imam Ali bin Abi tholib seorang yang pemberani, perkasa, tidak diragukan lagi ketangguhannya di medan pertempuran memberikan putrinya begitu saja untuk menikah dengan Umar, seorang yang (menurut syi’ah) telah memukul istrinya (Fathimah putrid Nabi SAW) hingga anak yang dikandungnya mati?Ini membuktikan bahwa pada sejatinya syi’ah telah merendahkan derajat Imam Ali bin Abi tholib ( رضى عنه الله ) dan menggambarkannya sebagai pengecut, bagaimana tidak, bahkan orang berstatus rendah saja akan memiliki cukup keberanian untuk membela kehormatan keluarganya dan menolak memberikan putrinya kepada seorang pembunuh dan cabul.
3. bukankah pernikahan yang dipaksakan itu tidak sah menurut hukum syari’at? Demi Allah, Imam Ali tidak akan membiarkan anaknya hidup bersama dengan laki-laki asing tanpa ada hubungan perkahwian yang syar’i? Demi Allah tidak satupun ahlu sunnah akan menilai Imam Ali sedemikian rendahnya.
Dan pada riwayat kedua,
1.
perawi syi’ah menggunakan kata yang rendah, “farj” yang memilki
arti “vagina” yang mengarah kepada putri Ali bin Abi tholib ( رضى عنه الله ),saudara Al hasan dan Al Husain, Ummu kultum( رضى الله عنها ) , ini meng-indikasikan kurangnya adab dan etika dalam berucap, dan
itu tidak mungkin keluar dari lisan mulia Imam ja’far ( رضى عنه الله ), lebih lagi yang dibicarakan adalahputri Imam Ali dan Fathimah Az
Zahra ( رضى الله عنهما ).Sungguh tidak pantas ucapan-ucapan yang seperti ini dinisbatkan kepada Imam
Ja’far ( رضى عنه الله ).
2. Selanjutnya, kata ghosob (غصب) tidak bisa diartikan sebagai perkahwinan,
tentu konskuensi dari ucapan ini sangat buruk, yaitu
tidak diakuinya perkahwinan yang sah antara Umar bin khottob dengan Ummu
kultsum bintu Ali bin Abi tholib, padahal telah ditetapkan pada kitab-kitab mereka bahwa Zaid bin Umar bin khottob adalah putra Ummu kultsum bin Ali, itu berarti
secara tidak langsung mereka menuduh telah terjadi perzinahan antara keduanya, sungguh ini adalah sesuatu yang nista. Bukankah mereka (orang-orang syiah) sudah
pasti tidak rela hal-hal semacam ini terjadi pada keluarga mereka, lalu mengapa
mereka nisbatkan hal yang sedemikian rendahnya kepada ahlu bayt Nabi SAW? Tampak
jelaslah usaha mereka sia-sia.Wallahul musta’an.
ii.
Pernikahan antara Imam Muhammad Al bagir dengan Ummu Farwah cucu
dari Abu bakar As siddiq :
Dalam kitab Al kafi, karya Abu ja’far Muhammad bin Ya’qub l
kulayni, juz 1, bab “Maulid (kelahiran) Abi Abdillah ja’far bin Muhammad (as)”
ولد أبو عبد الله عليه السلام سنة ثلاث وثمانين
ومضى في شوال من سنة ثمان وأربعين ومائة وله خمس وستون سنة ودفن بالبقيع في القبر
الذي دفن فيه أبوه وجده والحسن ابن علي عليهم السلام وأمه أم فروة بنت القاسم بن
محمد بن أبي بكر وأمها أسماء بنت عبد الرحمن بن أبي بكر.
Abu Abdillah (as) dilahirkan pada tahun 83 hijriah, dan meninggal
pada bulan Syawwal tahun 148 H, dalam usia 65 tahun, disemayamkan di Baqi’, di
kompleks pekuburan ayahnya dan kakeknya dan Al hasan (عليهمالسلام), ibunya adalah Ummu Farwah bintu Al qosim
bin Muhammad bin Abu bakar, dan ibu dari Ummu Farwah adalah Asma’ binti
Abdurahman bin Abu bakar.
Dalam kitab ‘Umdatu tholib, karya Ibnu ‘Anbah, hal 195.
وأمه أم فروة بنت القاسم الفقيه ابن محمد بن
أبي بكر. وأمها أسماء بنت عبد الرحمان بن أبي بكر، ولهذا كان الصادق " ع
" يقول: ولدني أبو بكر مرتين
Ibunya (Imam ja’far) adalah Ummu farwah bintu Al qosim Al faqih bin
Muhammad bin Abu bakar. Dan ibu (dari ibu Imam Ja’far) adalah Asma’ bintu
Abdurahman bin Abu bakar, karena inilah Imam Ja’fa As sodiq berkata : Abu Bakar
telah melahirkan aku dua kali.
iii.
Pernikahan antara Imam Ali bin Abi tholib ( رضى عنه الله ) dengan Asma’ binti Umays sepeninggal Abu bakar As siddiq, diriwayatkan
bahwa Imam Ali mengasuh Muhammad bin Abu bakar dengan segenap rasa cintanya,
beliau tidak membedakannya dengan anak-anaknya yang lain, bahkan beliau berkata
: Muhammad (bin Abi bakar) adalah anakku dari sulbi Abu bakar. (kitab Ad
durrotu najafiyyah Syarah Nahjul Balaghoh, karya Ad danbaliy Al imami)
PENUTUP
Dalam kitab Mustadrok al wasail, karya Mirza Husain An nuri At
thobrosi disebutkan sebuah riwayat hadist :
أخبرنا عبد الله ، أخبرنا
محمد ، حدثني موسىقال : حدثنا أبي ، عن أبيه ، عن جده جعفر بن محمد ، عن أبيه ، عن
جده علي بن الحسين ، عن أبيه ، عن علي ( عليهم السلام ) قال : « قال رسول الله (
صلى اله عليه وآله ) : إذا أتاكم من ترضون دينه
وأمانته فزوجوه ، فإن لم تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد كبير.
“Abdullah mengatakan kepada kami, mengatakan kepada kami bahwa Muhammad, Musa mengatakan kepada saya, dia berkata: Ayah saya mengatakan kepada kami, dari ayahnya, dari kakeknya, Ja'far bin Muhammad, dari ayahnya, dari
kakeknya, Ali Bin AlHussein, dari ayahnya, Ali(as) berkata: «Rasulullah (SAW Apabila
datang kepada kalian orang yang kalian ridhoi agama dan amanatnya maka
nikahkanlah ia, jika tidak kalian lakukan maka akan terjadi fitnah di muka bumi
dan kerusakan yang luas.”
Lalu perhatikan riwayat berikut dalam kitab Al mabsut fi fiqhil
Imamah :
زوج
فاطمة عليها السلام عليا وهو أمير المؤمنين صلوات الله وسلامه عليه، وأمها خديجة
أم المؤمنين، وزوج بنتيه رقية وأم كلثوم عثمان، لما ماتت الثانية، قال: لو كانت
ثالثة لزوجناه إياها
(Nabi SAW) menikahkan putrinya Fathimah (عليها السلام) kepada Ali dan dia adalah amirul mu’minin (صلوات الله وسلامه عليه), ibunya (Fathimah) ialah Khadijah ummul
mu’minin, dan menikahkan (pula) dua putrinya, Ruqayyah dan Ummu kulthum
kepada Utsman, setelah meninggal yang kedua (Ummu kulthum), Nabi SAW
bersabda : seandainya masih ada yang ketiga niscaya aku akan menikahkannya
kepada Utsman.
Tidak diragukan lagi bahwa Nabi SAW menikahkan putri-putrinya
kepada orang yang dia ridhai agama, amanat, dan akhlaknya. Barangsiapa yang
berpikir sebaliknya , sungguh dia telah menuduh Nabi SAW berpura-pura, tidak
menjalankan syari’at dengan sebenarnya, dan itu adalah kekufuran yang nyata.
Adapun keadan Ahlu bayt Nabi SAW tidaklah jauh berbeda, mereka
adalah manusia-manusia yang mendapatkan langsung tarbiyyah al muhammadiyyah,
mereka adalah panutan ummat setelah nabi-nya. Mereka tidak akan memberikan
putrid-putri mereka kepada orang jahat. Pada akhirnya ini semua dikembalikan
kepada pembaca, manakah daripada dua versi sejarah itu yang lebih diterima oleh
hati nurani kita masing-masing.
No comments: