Select Menu

clean-5

Wisata

Budaya

Kuliner

Kerajaan

kota

Suku

» »Unlabelled » Menjawab hujjah-hujjah lemah ustadz Asrie bin Shobrie yang mencacat dan menyesatkan akidah mayoritas Umat Islam ; Asy’ariyyah dan Maturudiyyah. (Bhg 1)


Ditulis oleh: Ustazah Shofiyyah An-Nuuriyyah

Kaum Wahabi memang sejak awal selalu memusuhi mayoritas umat muslim yang beraqidahkan Asy’ariyyah dan Maturudiyyah. Padahal akidah asy’ariyyah dan maturudiyyah dipegang oleh mayoritas ulama Islam baik sejak awal pernsyi’arannya hingga saat ini dan hingga hari akhir kelak.


Wahabi yang satu ini cukup berani dan nekad memvonis asy’ariyyah, maturudiyyah sebagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Ahlus sunnah dengan modal pengetahuan sejarah yang seadanyanya dan minimum ilmu ini. Ternyata hujjah yang dilontarkan si Asrie bin Shobrie ini tidak jauh berbeda dengan hujjah-hujjah para pendahulunya yang hanya berdasarkan pemahaman pincang dan penuh tipu muslihat serta manipulasi ucapan para ulama yang dibumbui penipuan dan pengkaburan terhadap pembacanya.


Kami akan buktikan penipuan dan manipulasi yang ada dalam hujjah-hujjahnya sehingga pembaca bisa menilai cacatnya pemahaman si wahabi ini dan kejahatan ilmiyyah yang dilakukannya.


MUHAMMAD ASRIE BIN SOBRI mengatakan :


Antara Tauhid yang perlu diimani dan diamalkan oleh seorang mukmin muslim adalah Tauhid al-Asma’ wal Sifat yakni mengesakan Allah Taala dalam Nama-namaNya yang Maha Elok dan Sifat-sifatNya yang Maha Sempurna. Namun, setelah munculnya aliran pemikiran yang menyeleweng dalam kalangan kaum muslimin seperti al-Jahmiah, al-Muktazilah, al-Kullabiah, al-Asyairah, dan al-Maturidiah yang kesemua mereka ini berkiblat kepada hawa nafsu dalam memahami nas-nas al-Quran dan al-Hadis umat Islam telah terpecah kepada beberapa golongan dalam masalah Sifat-sifat Allah Taala.


Saya jawab :

Hebat Benar si Asrie ini, sudah berani memvonis kullabiyyah, asya’irah dan Maturidiah menyeleweng dan berkiblat kepada hawa nafsu dalam memahami nash-nash al-Quran dan Hadits bahkan mensejajarkan mereka dengan aliran jahmiyyah dan mu’tazilah. Berapa ribu ulama besar yang telah ia sesatkan dari kalangan asyairah dan maturidiah?? Siapa dia jika dibandingkan imam Nawawi yang ratusan kitabnya dimanfaatkan oleh seluruh kaum muslimin di belahan dunia ini bahkan oleh wahabi sendiri ?? bukankah imam Nawawi bermadzhabkan al-asy’ary dalam akidahnya ?? siapa dia jika dibandikan imam Ibnu Hajar al-Atsqalani yang kitab-kitab syarh haditsnya banyak digunakan oleh seluruh kaum muslimin bahkan oleh wahabi sendiri ?? siapa dia jika dibandingkan imam Abu Bakar al-Baqilani?? Imam ………..


MUHAMMAD ASRIE BIN SOBRI mengatakan :


Antara golongan yang termasyhur dalam masalah ini adalah kaum Mutaawwilah yakni mereka yang melakukan takwil tafsili dengan mengubah makan sifat-sifat Allah Taala kepada makna yang sesuai dengan hawa nafsu mereka dan terdapat pula kaum yang disebut sebagai Mufawwidah yakni mereka melakukan takwil Ijmali dengan menyatakan bahawa sifat-sifat Allah Taala ini makna yang zahirnya tidak dikehendaki bahkan hanya Allah jua yang mengetahui maknanya.


Kedua-dua kaum ini merupakan pecahan daripada al-Asyairah dan al-Maturidiah yang diiktiraf di rata-rata negara Islam dewasa ini sebagai Ahli Sunnah wal Jamaah (yakni secara batil dan tertipu), namun akidah Tafwid yang dicetuskan oleh mereka tidaklah mendapat sambutan hangat daripada pengikut aliran ini sendiri.


Namun, apa yang menjadi tragedi adalah disandarkan akidah Tafwid ini sebagai akidah yang diikuti oleh al-Salaf al-Soleh ridwanullahi alaihim ajmain. Ini merupakan musibah yang dahsyat dan fitnag yang jelek kepada kaum Salaf yang termasuk dalam kalangan mereka itu Rasulullah s.a.w dan para Sahabat baginda ridwanullahi alaihim ajmain. Oleh itu, menjadi satu kesedaran tanggungjawab untuk saya menjelaskan kekeliruan yang amat kabur ini supaya kita tidak tertipu dan terjebak ke dalam najis Ilmu Kalam ini.


Saya jawab :


Rupanya si ASRIE ini sama seperti ustadz-ustadz wahabi lainnya yang hanya bisa taqlid buta dengan doktrin-doktrin ulama wahabi yang menilai kaum asy’ariyyah yang mentakwil secara tafsili maupun ijmali sebagai kaum sesat yang menyimpang dari akidah Ahlus sunnah wal jama’ah.  


Sangat jelas penilaian si Asrie ini buta sebelah tanpa mau merujuk refrensi-refrensi yang valid dan akurat dan hanya merujuk kitab-kitab sepihak yang menyesat-nyesatkan kaum asyairah dan maturidah.


Dia pun tidak mengetahui kebenaran adanya kaum salaf yang melakukan takwil baik secara ijmali (tafwidh) maupun secara tafsili. Untuk hujjah-hujjahnya saya akan tampilkan seiring argumentasi yang dilontarkan si Asrie nanti. Dan pembaca akan melihat dengan terang dan jelas kebathilan klaim mereka.


MUHAMMAD ASRIE BIN SOBRI mengatakan :


Hasil daripada penjelasan ini, menurut kaum Mufawwidah, nas-nas sifat adalah umpama rumuz (bahasa isyarat dan simbol), tidak difahami apakah maknanya tetapi yang mengetahui maknanya hanyalah yang mencipta rumuz itu atau mereka yang diberitakan berkenaannya. Manhaj Tafwid dengan ini menyandarkan kejahilan kepada para Ulama Salaf ridwanullahi alaihim ajmain di mana mereka ini tidak mengetahui dan tidak memahami makna-makna nas ini seumpama kita tidak faham bahasa ayam dan itik. Oleh itu, Imam Ibn Qayyim menamakan mereka ini sebagai Ahli Tajhil (Kaum yang menjahilkan Salaf). [al-Sawaiq al-Mursalah, 422-423].


Saya jawab :


Si Asrie dengan bertaqlid kepada Ibnul Qayyim yang mengklaim kaum mufawwidhah sebagai kaum tajhil (kaum yang menjahilkan salaf), sangat miskin refrensi, sangat banyak para ulama besar yang menolak dan membantah statement seperti itu kerana memang sebenarnya ada dari sebagian ulama salaf yang mentafwidh ayat-ayat shifat sama adanya mentafwidh secara ijmali  atau tafsili dengan mentakwilnya. Sebentar lagi saya akan buktikan bahwa merekalah sebenarnya yang pantas dan layak disebut kaum jahl dan tajhil.


MUHAMMAD ASRIE BIN SOBRI mengatakan :


Sebab Munculnya Mazhab Tafwid:


Syeikh Ahmad al-Qadi Hafizahullah menyatakan terdapat lima sebab yang membawa kepada wujudnya mazhab Tafwid dan penisbatannya kepada Mazhab Ahli Sunnah wal Jamaah al-Salafiah:

1-       Kefahaman yang salah berkenaan mazhab Salaf.

2-       Kemasukan unsur-unsur akal yang batil terutama Ilmu Kalam dan Falsafah Aristotle.

3-       Takut orang-orang awam yang jahil terjebak dalam tasybih (ini terdapat unsur penaruh sufi di mana mereka membahagikan manusia kepada awam dan khawas).

4-       Jahil dan sangkaan bahawa mazhab tafwid adalah mazhab yang sahih.

5-       Cubaan untuk keluar daripada pertelingkahan dan mencari titik kesamaan pada sangkaan mereka. (Hal ini berlaku kepada Hasan al-Banna r.h apabila cuba hendak menyatukan Salafi dan kaum bidaah dalam partinya al-Ikhwan). [Mazhab Ahli al-Tafwid, m.s 41 dan rujuk juga muka surat sebelumnya].

Kefahaman yang salah berkenaan manhaj salaf berlaku apabila terdapat kalangan kaum al-Asyairah yang cuba hendak memahami akidah Salaf namun mereka melihatnya daripada kaca mata manhaj kalam mereka yang batil. Demikian juga mereka ini mengikut mutasyabihat daripada perkataan Ulama Salaf seperti yang akan kita bentangkan dalam perbahasan menolak syubhat mereka.

Mutasyabihat dalam perkataan salaf tidak dapat dinafikan kewujudannya kerana mutasyabihat berlaku dalam Kalam Allah Taala yang bukan makhluk maka lebih utama berlaku dalam kalam makhluk yang daif. Demikian Ahli Kalam mereka terlalu mengikut mutasyabihat dalam al-Quran dan Hadis maka amat mudah untuk mereka terjebak dalam mengikut mutasyabihat dalam perkataan salaf.

Manhaj Tafwid merupakan manhaj yang marjuh di sisi Ulama al-Asyairah bahkan yang rajih menurut mereka adalah manhaj Takwil Tafsili namun kerana hendak menjaga hati sekutu dan rakan separti seperti yang berlaku kepada Hasan al-Banna r.h, maka manhaj Tafwid ini telah dihidupkan semual dan diulang-ulang oleh pemimpin mereka selepas beliau seperti Fathi Yakan dalam Maza Yakni Intimai lil Islam.

Saya jawab :

Penilaian bercampur baur yang dipaksa-paksakan ilmiyyah padahal jauh dari sasaran sebenarnya.

1. Kefahaman yang salah berkenaan mazhab Salaf.


Penilaian ini justru muncul dari butanya kaum wahabi dari sejarah dan refrensi-refrensi yang akurat. Justru realitanya merekalah yang telah berdusta atas nama madzhab salaf sebagaimana saya akan buktikan nanti.


2. Kemasukan unsur-unsur akal yang batil terutama Ilmu Kalam dan Falsafah Aristotle.


Kita akan buktikan akal siapa sebenarnya yang batil?

Ilmu kalam adalah ilmu yang madzhlum (yang dizholimi) oleh kaum wahabi padahal ilmu kalam adalah ilmu tauhid. Imam Ghazali menjelaskan secara matang dan ilmiyyah serta bijaksana tentang ilmu kalam dalam kitab Ihyanya beliau mengatakan bahwa “ hukum ilmu kalam diperinci. Mengharamkan ilmu kalam secara muthlaq adalah salah dan membolehkan ilmu kalam secara muthlaq juga salah. 


Hukum ilmu kalam terbagi menjadi empat : Halal, sunnah, wajib dan haram menurut si
tuasi dan kondisinya



Perkara yang haram terkadang dihukumi haram karena dzatnya seperti khomer (arak) dan bangkai. Alasan keharaman karena dzatnya adanya sifat pada dzatnya yaitu khomer sifatnya memabukkan dan bangkai sifatnya mati.
Dan dihukumi haram karena yang lainnya (bukan dzatnya) seperti makan tanah atau berwudhu dengan air curian. Tanah hukumnya halal tp karena membahayakan jika dimakan maka menjadi haram. Demikian juga air hukumnya halal tapi karena diperoleh dengan cara mencuri maka hukumnya haram.



Demikian juga ilmu kalam atau ilmu tauhid hokum aslinya adalah halal atau ada manfaatnya yaitu menjaga aqidah dari ajaran-ajaran yag rancu. 



Dan menjadi haram atau ada madhorotnya jika mendorong pada kesyubhatan dan menggoyahkan aqidah dari kekokohan dan juga dapat memperkuat aqidah orang-orang ahli bid’ah di dalam dada mereka sekiranya ahli bid’ah semakin terus berkeyakinan pada bid’ahnya akan tetapi jika ia memiliki sifat fanatisme. Oleh karena itu kamu melihat ahli bid’ah yang awam masih bisa lepas dari aqidah bid’ahnya dengan sikap lembut, kecuali jika ia tumbuh di kalangan yang suka berdebat dan fanatisme. Karena seandainya orang-orang dulu dan sekarang jika bersatu untuk membenarkan aqidahnya, tidak akan mampu mencabut aqidah bid’ahnya dari dadanya bahkan hawa nafsu dan fanatisme serta membenci lawannya akan menguasai hatinya dan mencegahnya dari mengetahui kebenaran, sampai-sampaib seandainya ditanyakan padanya “ Apakah kamu mau Allah menyingkap kebenaran dan memberitahumu bahwa kebenaran ada pada lawanmu ? “ maka niscaya ia akan membenci hal itu karena takut lawannya menjadi senang sedangkan ia susah atau malu.



Kesimpulannya adalah : Orang-orang awam yang sibuk dengan aktifitas kerjanya, wajib meninggalkan ilmu kalam atas dasar kesalamatan bagi aqidahnya yang telah ia pelajari dasar-dasarnya sebagaimana yang telah tersusun dalam QOWAIDUL AQOOID imam Ghozali atau AQIDATUL AWAM. Karena mempelajari ilmu kalam bisa membahayakannya, sebab terkadang membuatnya ragu dan goyah aqidahnya maka tidak memunkinkan untuk meluruskannya stelah itu.


Adapun orang awam yang bid’ah maka sebaiknya diajak kebenaran dengan sikap lembut yang berdasarkan dalil al-Quran dan hadits yang diselai dengan nasehat lembut karena hal itu lebih berpengaruh dan lebih bermanfaat ketimbang berdebat.


Adapun jika di daerah itu sedikit adanya bid’ah maka sebaiknya cukup dengan mengajarkan aqidah ringkas dasarnya saja seperti AQOOIDUL AQOOID imam Ghozali. Tidak harus mnyebutkan dalil-dalilnya jika tidak ada keraguan, namun jika ada keraguan maka menyebutkan dalil sekedar butuhnya.


Jika di daerah itu bid’ah sudah mnyebar dan banyak terjadi (seperti di Indonesia ini yang banyak ajaran atau tauhid wahhabi menyebar dikalangan Ahlus sunnah bahkan ada yang menjadi kurikulum di sekolah-sekolah NU dan sudah banyak buku-buku gratis ajaran bid’ah mereka yang dibagi-bagikan saat hendak berangkat haji atau pulang haji) dan ditakutkan bagi anak-anak kecil dan awamnya tertipu akan hal tersebut, maka tidak mengapa mengajarkan lebih dari dasarnya namun tetap menurut kadarnya masing-masing seperti kitab ar-Risalatul Qudsiyyah imam ghozali. Supaya hal itu menjadi penolak pengaruh ajaran-ajaran ahli bid’ah.

Allah Swt btelah berfirman “
قل هاتوا برهانكم “ (katakan; tunjukkan pembuktiannmu),

وتلك حجتنا آتيناها ابراهيم على قومه “ (itulah hujjah kami yang kami berikan kepada Ibrahim untuk menghujjah kaumnya)


Para sahabat R.anhum dahulu mendebat orang-orang yang ingkar dan orang yang pertama kali mengajak ahli bid’ah dengan perdebatan adalah imam Ali Ra yang diutus Ibnu Abbas Ra kepada kaum khowarij untuk mendebat mereka yang pada akhirnya dua ribu dari kaum khowarij kembali kepada ajaran imam Ali Ra.


Hasan al-Bashri pun pernah mendebat seorang dari golongan qodariyyah lalu orang itu kalah dan bertaubat. Dan masih banyak lagi para sahabat lainnya.


Adapun larangan imam Syafi'i mempelajari ilmu kalam adalah karena berakibat menimbulkan keraguan bagi orang-orang awamnya. Suatu hari seorang sahabat imam syafi'i yang mengadu pada imam syafi'i, si fulan memberitahukan aku, bahwa Allah begini begini, kemudian imam syafi';i berkata pada shahabatnya, katakanlah pada si fulan begini begini. dan peristiwa ini terjadi berulang ulang pada murid imam syafi'i. oleh karena itu, imam syafi'i melarang membahas ilmu kalam karena menimbulkan keraguan. 


3. Takut orang-orang awam yang jahil terjebak dalam tasybih (ini terdapat unsur penaruh sufi di mana mereka membahagikan manusia kepada awam dan khawas).


saya jawab :


Penilaian dari orang yang tidak berilmu atau berilmu tapi bodoh. Sudah jelas dan disepakati bahwa dalam Al-Quran ada ayat Muhkamaat dan Mutasyabihaat. Dalam memahami bahasa Arab saja memiliki uslub-uslubnya apalagi memahami kandungan al-Quran tidak semua orang boleh menafsirkan maknanya terlebih orang awam.


Sebelum Islam datang dan sesudahnya, bahasa arab pun juga memiliki makna yang berlainan, misal sebelum Islam datang Sholah bermakna doa dan setelah Islam datang sholah bermakna segala perbuatan dan ucapan yang dimulai degn takbir dan diakhiri dgn salam.


Dalam bahasa arab pun juga memiliki makna Haqiqatan dan Majaazan contoh yang majaazan Hadits Nabi Saw :

أسرعكن لحوقا بى أطولكن يدا
“ Paling segeranya di antara kalian (keluarga Rasul) yang menyusulku adalah yang paling panjang tangannya “.


Makna hadits itu bukan berarti tangan yang paling panjang, tapi yang paling banyak shodaqahnya.


Demikian juga makna bhsa arabnya dalam kalam bermakna dgn makna yang berlainan sesuai Siyaqul kalamnya.


Nah dalam aya-ayat al-Quran dan sebagian hadits ada yg disebut sebagai Muhkam dan mutasyabih.


Muhkamat : Ayat-ayat yang terang dan jelas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.

Mutasyabihat : Ayat yang tidak jelas maksudnya, yang seoalah menyerupakan Allah dengan makhluknya.


Ayat-ayat Muhkamat oleh Allah disebut dengan Ummul kitab (pokok-pokok isi al-Quran), karena ayat muhkamat tsb yang harus menjadi acuan dan rujukan dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat.

Di antaranya ayat :

ليس كمثله شيئ


Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan pada kita bagaimana cara menyikapi ayat-ayat mutasyabihat. Yaitu agar kita mengimani dan membenarnkan adanya sifat-sifat yang Allah sebutkan dalam al-Quran maupun haditsnya tanpa menanyakan kaifiyat dan tanpa menyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Dan Allah melarang dan mengecam orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabihat dengan tujuan menimbulkan fitnah bagi kaum muslimin lainnya.


Oleh sebab itu imam Ahmad Ar-Rifa’i (W 578 H?), yang sangat dipuji-puji Ibnu Taimiyyah dlm salah satu kitabnya) mengatakan :

صونوا عقائدكم من التمسك بظاهر ما تشابه من الكتاب والسنة فان ذالك من اصول الكفر
“Jagalah aqidah kamu sekalian dari berpegang kepada zhahir ayat al Qur'an dan hadits Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam yang mutasyabihat sebab hal ini merupakan salah satu pangkal kekufuran". (Burhan al-Muayyad)


Jelas, dilarang mengikuti makna dhahir dari ayat-ayat mutasyabihat, sebab makna dhahir dlm bhsa arab memiliki makna yang banyak contohnya Istawa, ini memiliki 15 makna dan tak ada satupun satu makna yang mewakili makna Istawa shingga maknanya menjadi mutasyabih / samar. Jika kita ikuti makna dhahirnya, maka mnjadikan pemhaman bahwa Allah itu istaqarra / bersemayam di atas arsy sedangkan kata istaqarra / semayam itu sifat makhluk. Maka kita telah menyerupakan Allah dengan sifat makhluknya padahal Allah tidak seperti makhluk-Nya.


Dan sebab itulah imam Ath-Thahawi (ulama salaf) berkata : Barangsiapa yang mensifati Allah dengan makna / sifat dari makna-makna /sifat-sifat makhluk, maka dia telah kafir “.
Maka bodoh sekali wahabi menjudge / mendiskriditkan shufi dalam masalah ini, bukankah Allah telah membahagi manusia menjadi orang yang alim (paham) dan orang yang tidak alim (tidak paham) dalam banyak ayat di Al-Quran ??


4. Jahil dan sangkaan bahawa mazhab tafwid adalah mazhab yang sahih.

Sebentar lagi kita akan lihat dan buktikan kebathilan sangkaan wahabi ini.

5. Cubaan untuk keluar daripada pertelingkahan dan mencari titik kesamaan pada sangkaan mereka. (Hal ini berlaku kepada Hasan al-Banna r.h apabila cuba hendak menyatukan Salafi dan kaum bidaah dalam partinya al-Ikhwan). [Mazhab Ahli al-Tafwid, m.s 41 dan rujuk juga muka surat sebelumnya].


Penilaian kelima  ini saya anggap ocehan si Asrie saja yang tidak ilmiyyah sama sekali jadi tak perlu saya tanggapi. 

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply

Kerajaan