Disebutkan di dalam kitab Bukhari dan Muslim
:
عن عَائِشَةَ أَنَّ فَاطِمَةَ وَالْعَبَّاسَ عَلَيْهِمَا السَّلَام أَتَيَا أَبَا بَكْرٍ يَلْتَمِسَانِ مِيرَاثَهُمَا من رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَهُمَا حِينَئِذٍ يَطْلُبَانِ أَرْضَيْهِمَا من فَدَكَ وَسَهْمَهُمَا من خَيْبَرَ فقال لَهُمَا أبو بَكْرٍ سمعت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يقول لَا نُورَثُ ما تَرَكْنَا صَدَقَةٌ إنما يَأْكُلُ آلُ مُحَمَّدٍ من هذا الْمَالِ قال أبو بَكْرٍ والله لَا أَدَعُ أَمْرًا رأيت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصْنَعُهُ فيه إلا صَنَعْتُهُ قال فَهَجَرَتْهُ فَاطِمَةُ فلم تُكَلِّمْهُ حتى مَاتَتْ ) البخاري (
“ Dari Aisyah, Bahwasanya Fatimah dan Abbas as, mendatangi Abu Bakar keduanya
meminta hak
warisan mereka dari
Rasulullah saw, ketika itu mereka meminta tanah
mereka dari Fadak dan bagian mereka dari Khaibar, kemudian Abu Bakar berkata kepada mereka “Aku mendengar
Rasulullah saw berkata : kami tidak mewariskan, apa-apa yang kami tinggalkan
adalah sedekah, hanya saja keluarga Muhammad makan dari harta ini”, berkata Abu
Bakar “Demi Allah aku tidak meninggalkan satu
hal yang aku lihat
Rasulullah saw mengerjakannya kecuali aku kerjakan
juga”, maka Sayidatuna
Fatimah menjauhi Abu Bakar dan tidak berbicara dengannya sampai wafatnya ”. (HR
Bukhari )
Dalam riwayat lain
disebutkan bahwa Sayidatuna Fatimah marah dan
tidak berbicara dengan Abu Bakar
sampai wafatnya karena peristiwa ini
:
حدثنا عبد اللَّهِ بن مُحَمَّدٍ حدثنا هِشَامٌ أخبرنا
مَعْمَرٌ عن الزُّهْرِيِّ عن عُرْوَةَ عن عَائِشَةَ أَنَّ فَاطِمَةَ وَالْعَبَّاسَ عَلَيْهِمَا
السَّلَام أَتَيَا أَبَا بَكْرٍ يَلْتَمِسَانِ مِيرَاثَهُمَا من رسول اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم وَهُمَا حِينَئِذٍ يَطْلُبَانِ أَرْضَيْهِمَا من فَدَكَ
وَسَهْمَهُمَا من خَيْبَرَ فقال لَهُمَا أبو بَكْرٍ سمعت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم يقول لَا نُورَثُ ما تَرَكْنَا صَدَقَةٌ إنما يَأْكُلُ آلُ مُحَمَّدٍ من
هذا الْمَالِ قال أبو بَكْرٍ والله لَا أَدَعُ أَمْرًا رأيت رَسُولَ اللَّهِ صلى
الله عليه وسلم يَصْنَعُهُ فيه إلا صَنَعْتُهُ قال فَهَجَرَتْهُ فَاطِمَةُ فلم
تُكَلِّمْهُ حتى مَاتَتْ
Abdullah
bin Muhammad telah menceritakan pada kami, Hisyam telah menceritakan pada kami,
Ma’mar telah mengabarkan pada kami dari az-Zuhri dari Urwah dari Asiyah “
Bahwasanya Fatimah dan Abbas Radhiallahu ‘anhuma mendatangi Abu Bakar seraya
meminta warisan mereka berdua dari Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam dan
meminta bagian tanah Fadak keduanya dari Khaibar. Maka Abu Bakar berkata : “ Aku mendengar Rasulullah shallahu ‘alaihi
wa sallam besabda “Sesungguhnya kami tidak mewariskan, apa yang kami
tinggalkan adalah sedekah, Sesungguhnya keluarga Muhammad mendapat makan dari
harta ini”, Abu Bakar melanjutkan : “ Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan
perkara yang aku lihat Rasulullah shallahu ‘alahi wa sallam melakukannya, kecuali
aku pun juga akan melakukannya “. Maka Fatimah meninggalkan Abu Bakar dan tidak
mengajaknya bicara hingga wafatnya “.(HR. Bukhari : 2474)
Syubhat Syi’ah :
Rasulullah
saw pernah bersabda :
فَاطِمَةُ بِضْعَةٌ مِنِّي
فَمَنْ أَغْضَبَهَا أَغْضَبَنِي )
البخاري(
“Fatimah adalah bagian dariku, maka siapa saja yang membuatnya marah
berarti telah membuat aku marah ” (HR
Bukhari)
Dengan
penolakan ini, Abu
Bakar telah membuat marah Sayidatuna Fatimah, secara tidak langsung ini berarti
Dia telah membuat Rasulullah marah kepadanya. Lagipula Alasan yang
diajukan Abu Bakar dalam penolakannya,
yaitu bahwa para Rasul tidak mewariskan hartanya, bertentangan dengan ayat-ayat
Al Quran, seperti ayat :
وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُودَ
[النمل : 16]
“
Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud” (QS
An Naml : 16)
Atau ayat mengenai doa Nabi Zakariya :
فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ
وَلِيًّا (5) يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ
رَضِيًّا [مريم : 5 ، 6[
“ Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang putera
(5) Yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan
jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai". ( QS Maryam : 5,6)
Ahlus
Sunnah Menjawab :
Para nabi tidak mewariskan
Yang disampaikan Abu Bakar dalam penolakannya adalah sebuah hadits dari Rasulullah
saw :
سمعت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يقول لَا نُورَثُ ما تَرَكْنَا صَدَقَةٌ
Aku
mendengar Rasulullah saw besabda “Sesungguhnya kami tidak mewariskan, apa yang
kami tinggalkan adalah sedekah”.
Hadits
ini adalah
hadits shohih yang memiliki banyak riwayat pendukung, dan Diakui oleh para
sahabat, termasuk di dalamnya Sayidina Ali dan Sayidina Abbas.
Rujuk kitab al-Badr al-Munir :
الحديث الرابع قال الرافعي
بعد أن قرر أن سهم الرسول ( هو الخُمْس من الفيء ، وأن هذا السهم كان له
يعزل منه نفقة أهله ، وما فضل جعله في الكراع كما سلف : لم يكن رسول الله ( يملكه
، ولا ينتقل منه إلى غيره إرثًا ، بل ما يملكه الأنبياء - عليهم السلام - لا
يورَّث عنهم ، كما اشتهر في الخبر . هذا الحديث صحيح أخرجه الشيخان في
صحيحيهمامن طرق : أحدها : عن أبي بكر
الصدِّيق رضي الله عنه عن النبي قال : لا
نُورَّث ، ما تركناه صدقةً . ولابن حبان في
صحيحه إنا لا نُورَّث ، ما تركنا صدقةً.
وللترمذي في غير جامعه بإسنادٍ على شرط
مسلم ، عن عُمر عن أبي بكر ، رفعه : إنا معاشر الأنبياء لا نورَّث ، ما تركناه
صدقة. ولأحمدعن أبي بكر ، رفعه : أن النبيَّ لا يورَّث ، وإنما ميراثه في فقراء المسلمين
والمساكين. ثانيها : عن عُمر : أنه
قال لعثمان وعَبْدِ الرحمن بن عوف والزبيرِ وسعد وعلي والعباس :
أُنْشِدُكُمْ بالله الذي تقوم السموات والأرض بأمره ؛ أتعلمون أن رسول الله قال : لا نورَّث ، ما تركنا صدقةً ؟ قالوا :
نعم وللنسائي في سننه الكبرى من حديث
سفيان ، عن عَمرو بن دينار ، عن الزهري ، عن مالك بن أوس ( بن الحدثان ) قال : قال
عمر لعبد الرحمن وسعد وعثمان وطلحة والزبير : أنشِدُكم بالله الذي قامت ( له )
السموات والأرض ، سمعتم النبيَّ يقول :
إنا معشر الأنبياء لا نورَّث ، ما تركنا ( فهو ) صدقةً ؟ قالوا : اللهم
نعَمْ. ثالثها : عن عائشة رضي الله عنها :
أن أزواج النبي حين تُوفِّي أردن أن
يَبْعَثْنَ عثمانَ إلى أبي بكر يسألنه ميراثهن ، فقالت عائشة : أليس قال النبي: لا
نورَّث ، ما تركنا صدقةً رابعها : عن أبي
هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله لا يقتسم ورثتي دينارًا ، ما تركتُ بَعْدَ
نفقة نسائي ومؤنة عاملي فهو صدقة وفي
رواية لأحمد: ولا درهمًا. ولأحمد ، والترمذي (7 / 316)وصحَّحه عن أبي هريرة : أن
فاطمة قالت لأبي بكر : مَنْ يرثكَ إذا مت ؟ قال : ولدي وأهلي . قالت : فما لنا لا
نَرِثُ النبيَّ ؟ قال : سمعتُ
النبيَّ يقول : لا نورَّث ، ولكن أعول
مَنْ كان رسول الله يعول ، وأنفق على مَنْ
كان رسول الله ينفق عليه.[1]
Adapun mengenai ayat-ayat dalam Alquran yang mereka sampaikan, itu memang
benar bahwa beberapa Nabi mewarisi Nabi yang lain akan tetapi mewarisi apa???.
Karena harus kita fahami bahwa tidak semua kata waris dalam Alquran selalu dikonotasikan
dengan harta, banyak ayat-ayat yang disitu disebutkan kata waris akan tetapi
tidak ada kaitan sama sekali dengan masalah harta, seperti dalam ayat :
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ
الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ]
فاطر: 32[
“Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada
orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami” (QS Fathir : 32)
Dalam ayat ini dikatakan bahwa Allah mewariskan kitab kepada orang yang
terpilih, padahal kitab bukanlah harta,
begitu juga dengan ayat :
تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي
نُورِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ تَقِيًّا (63) [مريم : 63[
“
Itulah surga yang akan kami wariskan kepada hamba-hamba kami yang selalu
bertakwa.” (Maryam : 63)
Rasulullah juga pernah bersabda :
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ
الْأَنْبِيَاءِ )ابن ماجه(
“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi”
(HR Ibnu Majah)(4)
Dalam hadits ini Rasulullah mengatakan ulama sebagai pewaris nabi dan jelas
bahwa ulama tidak mendapatkan sepeserpun dari harta Rasulullah, yang mereka
dapatkan dari Beliau hanyalah ilmu.
Begitupula dengan ayat-ayat yang mereka
sampaikan, meski di situ disebutkan mengenai waris akan tetapi yang dimaksud
bukanlah warisan harta. Dalam ayat :
وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُودَ
[النمل : 16[
“
Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud” (QS
An Naml : 16)
Para mufasirin mengatakan bahwa yang diwarisi dalam ayat ini bukanlah harta
akan tetapi kenabian, ilmu dan kerajaan. Karena jika yang dimaksud adalah harta
seharusnya bukan hanya Nabi Sulaiman yang disebutkan mewarisi Nabi Dawud, karena
di samping Nabi Sulaiman, Nabi Dawud
memiliki sembilan belas putra laki-laki. Kenapa mereka tidak disebutkan dalam
ayat ini ?(5)
Dalam
tafsir al-Baghawi disebutkan :
{ وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُدَ } نبوته وعلمه وملكه دون سائر
أولاده وكان لداود تسعة عشر ابنًا
“
Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud”, maksudnya adalah mewarisi
kenabiannya, ilmu dan kerajaannya daripada semua putra-putranya. Nabi Daud
memiliki 19 putra “.[2]
Al-Hafidz
Ibnu Katsir mengatakan :
وقوله:
{ وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُدَ } أي: في الملك والنبوة، وليس المراد وراثَةَ
المال؛ إذ لو كان كذلك لم يخص سليمان وحده من بين سائر أولاد داود، فإنه قد
كان لداود مائةُ امرأة. ولكن المراد بذلك وراثةُ الملك والنبوة؛ فإن الأنبياء لا
تورث أموالهم، كما أخبر بذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم [في قوله] : نحن معشر
الأنبياء لا نورث، ما تركناه صدقة
“ Dan firman Allah “ Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud”,maksudnya mewarisi kerajaan dan kenabiaan. Dan bukan mewarisi harta , kerana jika mewarisi harta, maka tidaklah Nabi Daud mengkhsusukan Nabi Sulaiman saja daripada putra-putranya yang lainnya, kerana nabi Daud memiliki seratus istri. Akan tetapi yang dimaksud adalah warisan kerajaan dan kenabiaan. Kerana sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan harta, sebagaimana sabda nabi shallahu ‘alaihi wa sallam : “ Kami para nabi tidaklah mewariskan harta, apa yang kami tinggalkan adalah sebagai sedekah “.[3]
Dan inilah pula yang dimohon oleh Nabi Zakariya dalam doanya :
فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ
وَلِيًّا (5) يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ
رَضِيًّا [مريم : 5 ، 6[
“ Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang putera
(5) Yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan
jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai". ( QS Maryam : 5,6)
Yang dimaksud Nabi Zakariya adalah pewaris dalam kenabiannya dan kenabian
leluhurnya yang berasal dari keturunan Ya`kub sebagaimana dijelaskan dalam
beberaa kitab tafsir lainnya.
Syubhat Syi’ah :
Sayyidah Fatimah telah meminta bagian harta waris yang berupa tanah Fadak kepada Abu Bakar ash-Shiddiq, tapi
justru ditolaknya.
Ahlus
Sunnah menjawab :
Apa yang diminta Sayidatuna Fatimah
?
Sebenarnya yang diminta oleh Sayidatuna Fatimah kepada Abu Bakar adalah hak
pengelolaan Tanah Fadak yang sebelumnya berada di bawah pengawasan Rasulullah.
Sayidatuna Fatimah ingin meneruskan jejak Ayahnya dalam mengelola tanah Fadak
dan menyalurkan hasil tanah tersebut bagi kaum muslimin sebagaimana yang
dilakukan Rasulullah semasa hidupnya. Begitu besar keinginan Sayidatuna Fatimah
akan hal ini sehingga Beliau merasa sangat kecewa ketika Abu Bakar menolaknya.
Pendapat ini dikuatkan dengan apa yang dilakukan Sayidina Ali dengan tanah
Fadak sebagaimana riwayat Bukhari berikut ini :
Dalam sahih Bukhari disebutkan :
حدثنا أبو الْيَمَانِ أخبرنا شُعَيْبٌ عن الزُّهْرِيِّ قال
أخبرني مَالِكُ بن أَوْسِ بن الْحَدَثَانِ النضري
أَنَّ عُمَرَ بن الْخَطَّابِ رضي الله عنه دَعَاهُ إِذْ جَاءَهُ حَاجِبُهُ
يَرْفَا فقال هل لك في عُثْمَانَ وَعَبْدِ الرحمن وَالزُّبَيْرِ وَسَعْدٍ
يَسْتَأْذِنُونَ فقال نعم فَأَدْخِلْهُمْ فَلَبِثَ قَلِيلًا ثُمَّ جاء فقال هل لك
في عَبَّاسٍ وَعَلِيٍّ يَسْتَأْذِنَانِ قال نعم فلما دَخَلَا قال عَبَّاسٌ يا
أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أقض بَيْنِي وَبَيْنَ هذا وَهُمَا يَخْتَصِمَانِ في الذي
أَفَاءَ الله على رَسُولِهِ صلى الله عليه وسلم من بَنِي النَّضِيرِ فَاسْتَبَّ
عَلِيٌّ وَعَبَّاسٌ فقال الرَّهْطُ يا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ اقْضِ بَيْنَهُمَا
وَأَرِحْ أَحَدَهُمَا من الْآخَرِ فقال عُمَرُ اتَّئِدُوا أَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ
الذي بِإِذْنِهِ تَقُومُ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ هل تَعْلَمُونَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قال لَا نُورَثُ ما تَرَكْنَا صَدَقَةٌ يُرِيدُ
بِذَلِكَ نَفْسَهُ قالوا قد قالذلك فَأَقْبَلَ عُمَرُ على
عَبَّاسٍ وَعَلِيٍّ فقال أَنْشُدُكُمَا بِاللَّهِ هل تَعْلَمَانِ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قد قال ذلك قالا نعم قال فَإِنِّي أُحَدِّثُكُمْ عن
هذا الْأَمْرِ إِنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ كان خَصَّ رَسُولَهُ صلى الله عليه وسلم
في هذا الْفَيْءِ بِشَيْءٍ لم يُعْطِهِ أَحَدًا غَيْرَهُ فقال جَلَّ ذِكْرُهُ
{ وما أَفَاءَ الله على رَسُولِهِ منهم فما أَوْجَفْتُمْ عليه من خَيْلٍ ولا
رِكَابٍ } إلى قَوْلِهِ { قَدِيرٌ } فَكَانَتْ هذه خَالِصَةً لِرَسُولِ اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم ثُمَّ والله ما احْتَازَهَا دُونَكُمْ ولا أستأثرها عَلَيْكُمْ
لقد أَعْطَاكُمُوهَا وَقَسَمَهَا فِيكُمْ حتى بقى هذا الْمَالُ منها فَكَانَ رسول
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُنْفِقُ على أَهْلِهِ نَفَقَةَ سَنَتِهِمْ من هذا
الْمَالِ ثُمَّ يَأْخُذُ ما بقى فَيَجْعَلُهُ مَجْعَلَ مَالِ اللَّهِ فَعَمِلَ ذلك
رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَيَاتَهُ ثُمَّ تُوُفِّيَ النبي صلى الله عليه
وسلم فقال أبو بَكْرٍ فَأَنَا وَلِيُّ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَبَضَهُ
أبو بَكْرٍ فَعَمِلَ فيه بِمَا عَمِلَ بِهِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ فَأَقْبَلَ على عَلِيٍّ وَعَبَّاسٍ وقال تَذْكُرَانِ أَنَّ
أَبَا بَكْرٍ فيه كما تَقُولَانِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إنه فيه لَصَادِقٌ بَارٌّ
رَاشِدٌ تَابِعٌ لِلْحَقِّ ثُمَّ تَوَفَّى الله أَبَا بَكْرٍ فقلت أنا وَلِيُّ
رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبِي بَكْرٍ فَقَبَضْتُهُ سَنَتَيْنِ من
إِمَارَتِي أَعْمَلُ فيه بِمَا عَمِلَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وأبو
بَكْرٍ وَاللَّهُ يَعْلَمُ أَنِّي فيه صَادِقٌ بَارٌّ رَاشِدٌ تَابِعٌ لِلْحَقِّ
ثُمَّ جِئْتُمَانِي كِلَاكُمَا وَكَلِمَتُكُمَا وَاحِدَةٌ وَأَمْرُكُمَا جَمِيعٌ
فَجِئْتَنِي يَعْنِي عَبَّاسًا فقلت لَكُمَا إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم قال لَا نُورَثُ ما تَرَكْنَا صَدَقَةٌ فلما بَدَا لي أَنْ أَدْفَعَهُ
إِلَيْكُمَا قلت إن شِئْتُمَا دَفَعْتُهُ إِلَيْكُمَا على أَنَّ عَلَيْكُمَا
عَهْدَ اللَّهِ وَمِيثَاقَهُ لَتَعْمَلَانِ فيه بِمَا عَمِلَ فيه رسول اللَّهِ صلى
الله عليه وسلم وأبو بَكْرٍ وما عَمِلْتُ فيه مذ وَلِيتُ وَإِلَّا فلا
تُكَلِّمَانِي فَقُلْتُمَا ادْفَعْهُ إِلَيْنَا بِذَلِكَ فَدَفَعْتُهُ إِلَيْكُمَا
أَفَتَلْتَمِسَانِ مِنِّي قَضَاءً غير ذلك فَوَاللَّهِ الذي بِإِذْنِهِ تَقُومُ
السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ لَا أَقْضِي فيه بِقَضَاءٍ غَيْرِ ذلك حتى تَقُومَ
السَّاعَةُ فَإِنْ عَجَزْتُمَا عنه فادفعاه إلي فَأَنَا أَكْفِيكُمَاهُ قال
فَحَدَّثْتُ هذا الحديث عُرْوَةَ بن الزُّبَيْرِ فقال صَدَقَ مَالِكُ بن أَوْسٍ
أنا سمعت عَائِشَةَ رضي الله عنها زَوْجَ النبي صلى الله عليه وسلم تَقُولُ
أَرْسَلَ أَزْوَاجُ النبي صلى الله عليه وسلم عُثْمَانَ إلى أبي بَكْرٍ
يَسْأَلْنَهُ ثُمُنَهُنَّ مِمَّا أَفَاءَ الله على رَسُولِهِ صلى الله عليه وسلم
فَكُنْتُ أنا أَرُدُّهُنَّ فقلت لَهُنَّ ألا تَتَّقِينَ اللَّهَ أَلَمْ تَعْلَمْنَ
أَنَّ النبي صلى الله عليه وسلم كان يقول لَا نُورَثُ ما تَرَكْنَا صَدَقَةٌ
يُرِيدُ بِذَلِكَ نَفْسَهُ إنما يَأْكُلُ آلُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم في هذا
الْمَالِ فَانْتَهَى أَزْوَاجُ النبي صلى الله عليه وسلم إلى ما أَخْبَرَتْهُنَّ
قال فَكَانَتْ هذه الصَّدَقَةُ بِيَدِ عَلِيٍّ مَنَعَهَا عَلِيٌّ عَبَّاسًا
فَغَلَبَهُ عليها ثُمَّ كان بِيَدِ حَسَنِ بن عَلِيٍّ ثُمَّ بِيَدِ حُسَيْنِ بن
عَلِيٍّ ثُمَّ بِيَدِ عَلِيِّ بن حُسَيْنٍ وَحَسَنِ بن حَسَنٍ كلاهما كَانَا
يَتَدَاوَلَانِهَا ثُمَّ بِيَدِ زَيْدِ بن حَسَنٍ وَهِيَ صَدَقَةُ رسول اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم حَقًّا
Telah menceritakan kepada kami
Abul-Yaman : Telah mengkhabarkan kepada kami Syu'aib dari Az-Zuhriy, ia berkata
: Telah mengkhabarkan kepadaku Malik bin Aus bin Al-Hadatsaan An-Nashriy :
Bahwasannya ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu pernah
memanggilnya, Setelah itu penjaga pintunya, Yarfa, datang melapor :
"Apakah engkau mengijinkan ‘Utsmaan, ‘Abdurrahman, Az-Zubair, dan Sa'd
untuk masuk?" Umar menjawab, "Ya." Kemudian penjaga pintu
menyuruh mereka masuk. Tidak lama kemudian penjaga pintu datang lagi dan
berkata : “Apakah engkau mengijinkan ‘Abbaas dan ‘Aliy untuk masuk?".
‘Umar menjawab : "Ya". Ketika keduanya telah masuk, ‘Abbaas berkata :
"Wahai Amirul-Mukminiin, putuskanlah antara kami dengan orang
ini". Ketika itu mereka tengah berselisih masalah harta yang Allah
karuniakan kepada Rasul-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam, yakni berupa
harta milik Bani Nadliir sehingga keduanya saling mencela. Sebagian
kelompok berkata : "Wahai Amirul-Mukminin, buatlah keputusan untuk
keduanya, dan legakanlah salah seorang di antara keduanya". 'Umar pun
berkata : "Tenanglah kalian! Dan aku minta kepada kalian, demi Allah yang
dengan ijin-Nya langit dan bumi tegak, apakah kalian mengetahui bahwa
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : ‘Kami tidak
mewariskan dan apa yang kami tinggalkan semuanya sebagai shadaqah’
?. Mereka (‘Utsmaan, ‘Abdurrahman, Az-Zubair, dan Sa'd) menjawab : "Ya,
beliau telah bersabda demikian". Maka 'Umar kembali menghadap dan
berbicara kepada 'Aliy dan 'Abbaas : "Aku minta kepada kalian berdua, demi
Allah, apakah kalian berdua mengetahui bahwa Rasulullah shallallaahu
'alaihi wasallam telah bersabda seperti itu ?". Keduanya (‘Aliy
dan ‘Abbaas) menjawab : "Ya, beliau telah bersabda seperti itu".
‘Umar kemudian melanjutkan : "Untuk itu aku akan menyampaikan kepada
kalian tentang masalah ini. Sesungguhnya Allah telah mengkhususkan Rasul-Nya shallallaahu
'alaihi wa sallam dalam masalah fa'i ini sebagai sesuatu yang tidak
Dia berikan kepada siapapun selain beliau". - Lalu ‘Umar membaca firman
Allah : 'Dan apa saja yang dikaruniakan Allah berupa fa'i (rampasan perang)
kepada Rasul-Nya dari (harta benda) mereka… - hingga firmanNya - dan
Allah Maha berkuasa atas segala sesuatu' (QS. Al-Hasyr : 6) - . “Ayat ini
merupakan pengkhususan untuk Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Demi Allah, tidaklah beliau mengumpulkannya dengan tidak memperhatikan kalian
dan juga tidak untuk lebih mementingkan diri kalian. Sungguh, beliau telah
memberikannya kepada kalian dan menyebarkannya di tengah-tengah kalian (kaum
Muslimin) hingga sekarang masih ada yang tersisa dari harta tersebut. Dan
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah memberi nafkah belanja
kepada keluarga beliau sebagai nafkah tahunan mereka dari harta fa'i
ini, lalu sisanya beliau ambil dan dijadikannya sebagai harta Allah. Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam telah menerapkan semua ini samasa hidup beliau. Kemudian
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam wafat. Lalu Abu Bakr berkata :
'Akulah wali Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam'. Maka Abu Bakr
pun mewenangi harta itu, kemudian ia mengelolanya seperti apa yang
dilaksanakan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam. Saat itu
kalian juga ada". Kemudian ‘Umar menghadap ke arah ‘Aliy dan ‘Abbaas.
‘Umar melanjutkan : "Kalian berdua juga ingat bahwa dalam mengelola harta
itu sebagaimana yang kalian berdua katakan - sungguh Allah juga Maha Mengetahui
- bahwa ia (Abu Bakr) adalah orang yang jujur, bijak, lurus dan pengikut
kebenaran. Kemudian Allah mewafatkan Abu Bakr. Lalu aku berkata : 'Aku adalah
pengganti Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan Abu Bakr',
dan aku berwenang untuk mengelola harta tersebut hingga dua tahun dari
kepemimpinanku. Aku mengelolanya sebagaimana yang dikelola Rasulullah shallallaahu
'alaihi wasallam dan Abu Bakr. Dan Allah juga mengetahui bila aku adalah
orang yang jujur, bijak, lurus, dan pengikut kebenaran. Lalu kenapa kalian
datang kepadaku dan berbicara kepadaku padahal ucapan kalian satu dan maksud
urusan kalian juga satu. Engkau, wahai 'Abbaas ! engkau datang kepadaku lalu
aku katakan kepada kalian berdua : 'Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda : ‘Kami tidak mewariskan dan apa yang
kami tinggalkan semuanya sebagai shadaqah’. Setelah jelas bagiku
bahwa aku harus memberikannya kepada kalian berdua, maka aku akan katakan :
Jika memang kalian menghendakinya, aku akan berikan kepada kalian berdua. Namun
kalian berdua harus ingat akan janji Allah dan ketentuan-Nya, yaitu kalian
harus mengelola sebagaimana yang pernah dikelola Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, Abu Bakr lakukan, dan juga apa yang telah aku lakukan
sejak aku memegang kekuasaan ini. Jika tidak, maka kalian jangan mengatakan
sesuatu kepadaku. Jika kalian berdua mengatakan : ‘Berikanlah kepada kami’,
maka dengan ketentuan seperti itu, aku akan berikan kepada kalian berdua.
Apakah kalian berdua hendak merubah ketentuan selain dari itu ?. Demi Allah,
yang dengan ijin-Nya langit dan bumi bisa tegak, aku tidak akan memutuskan
dengan keputusan selain itu sampai tiba hari Kiamat. Seandainya kalian berdua
tidak sanggup atasnya, maka serahkanlah kepadaku karena sungguh aku akan
mencukupkan kalian berdua dengannya (harta itu)".
Perawi berkata : "Lalu aku
sampaikan hadits ini kepada 'Urwah bin Az Zubair. Ia berkata : ‘Malik bin Aus
benar. Aku juga pernah mendengar 'Aisyah radliyallaahu ‘anhaa, isteri
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, berkata : ‘Para isteri Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam pernah mengutus ‘Utsmaan menemui Abu Bakr untuk meminta
seperdelapan dari harta yang telah Allah karuniakan kepada Rasul-Nya shallallaahu
'alaihi wa sallam. Lalu aku (‘Aaisyah) menolak mereka. Aku katakan kepada
mereka : "Apakah kalian tidak takut kepada Allah ? Apakah kalian tidak
mengetahui bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda : ‘Kami
tidak mewariskan dan apa yang kami tinggalkan semuanya sebagai shadaqah’
- yang beliau maksud dengan (kami) adalah diri beliau sendiri -. Sesungguhnya
keluarga Muhammad makan dari harta ini". Maka para isteri Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam berhenti
pada apa yang telah disampaikan oleh Aisyah kepada mereka". Urwah
berkata : "Maka harta shadaqah ini ada di tangan Aliy, sementara Ali
mencegah Abbas dari harta tersebut, dan dapat mengalahkannya. Kemudian beralih
ditangan Hasan bin ‘Aliy, kemudian berpindah ke tangan Al-Husain bin ‘Aliy,
kemudian berpindah ke tangan ‘Aliy bin Al-Husain, kemudian Al-Hasan bin
Al-Hasan. Keduanya saling bergantian. Kemudian berpindah ke tangan Zaid bin
Hasan. Dan sesungguhnya itu merupakan shadaqah Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 4033-4034].
Sayidina Ali mengelola tanah Fadak sebagaimana Abu Bakar
mengelolanya setelah Sayidina Umar
menyerahkan kepengurusan Tanah Fadak kepada beliau, Begitu juga ketika Sayidina
Ali menjadi khalifah, beliau tidak memberikan tanah Fadak kepada putra-putra
Sayidatuna Fatimah sebagai warisan Rasulullah, akan tetapi beliau mengelolanya
untuk sedekah kaum muslim, begitulah juga yang dilakukan oleh Sayidina Hasan,
Husain dan Ali zainal Abidin, mereka semuanya memperlakukan tanah tersebut
sebagai sedekah Rasulullah, bukan untuk kepentingan pribadi, ini karena mereka
mengerti bahwa yang dituntut Sayidatuna Fatimah adalah kepengurusan tanah Fadak
untuk sedekah kaum muslim, bukan untuk kepentingan pribadinya.
Jika Sayidatuna Fatimah meminta Fadak hanya untuk kepentingan pribadinya
sendiri, mengapa Sayidatuna Fatimah hanya meminta bagiannya dari tanah Fadak
dan Khaibar dan tidak meminta peninggalan Rasulullah lainnya?
Dan jika sayyidina Ali masih tetap berpendirian berbeda dengan Abu Bakar
RA, tentunya setelah menjadi khalifah, beliau akan menyelesaikan masalah tanah
fadak dengan memberikan kepada ahli warisnya, nyatanya beliau tidak melakukan
hal itu.
Marahnya Fatimah
Setelah Abu Bakar menolak permintaannya, Sayidatuna Fatimah sebagaimana
manusia biasa tentunya merasa kecewa, akan tetapi Dia tidak bisa berbuat
apa-apa karena hujjah yang dikatakan Abu Bakar adalah perkataan Ayahnya
sendiri, maka Ia meninggalkan Abu Bakar dan sejak saat itu beliau tidak pernah
lagi berbicara dengan Abu Bakar hingga wafatnya, Inilah yang dikatakan sebagian
perawi hadits dengan ungkapan :
فَغَضِبَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ
رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَهَجَرَتْ أَبَا بَكْرٍ فلم تَزَلْ
مُهَاجِرَتَهُ حتى تُوُفِّيَتْ
“Maka Fatimah putri Rasulullah saw marah dan menjauhi Abu Bakar sampai wafatnya”
Sebenarnya tidak aneh jika Sayidatuna Fatimah tidak berbicara dengan Abu
Bakar setelah peristiwa itu hingga wafatnya, yaitu ± 6 bulan setelah wafat
rasulullah, Karena ajaran islam memang melarang wanita untuk berbicara dengan
laki-laki yang bukan mahram kecuali jika ada hajat, dan jika selama enam bulan
itu Sayidatuna Fatimah tidak memiliki hajat dengan Abu Bakar, dan Abu Bakar
sibuk dengan urusan pemerintahannya, maka apa yang perlu dipermasalahkan.
Sedangkan
mengenai hadits :
فَاطِمَةُ بِضْعَةٌ مِنِّي
فَمَنْ أَغْضَبَهَا أَغْضَبَنِي )
البخاري(
“Fatimah adalah bagian dariku, maka siapa saja yang membuatnya marah
berarti telah membuat aku marah ” (HR
Bukhari)
Dalam hadits ini Rasulullah ingin menunjukkan ketinggian derajat Sayidatuna
Fatimah disisinya, ini bukan berarti bahwa semua bentuk kemarahan Sayidatuna
Fatimah berarti juga kemarahan Rasulullah saw, karena Sayidatuna Fatimah adalah
manusia biasa yang memiliki sifat kemanusiaan seperti manusia lainnya,
diantaranya adalah marah, Rasulullah sendiri pernah marah. Marah yang dimaksud
di sini adalah marah karena kedzoliman atau syariat. Sedangkan Abu Bakar jelas
tidak mendzolimi Sayidatuna Fatimah, karena yang dilakukan Abu Bakar hanyalah sikap
dalam mempertahankan syariat sesuai dengan ijtihad beliau yang diambil berdasar
hadits yang didengar dari Rasulullah saw.
Apalagi telah datang sebuah riwayat yang menyatakan bahwa pada akhirnya,
Sayidatuna Fatimah meridhai Sayidina Abu Bakar setelah Abu Bakar datang meminta
keridhaannya :
عن الشعبي قال لما مرضت فاطمة رضي الله عنها أتاها أبو بكر
الصديق رضي الله عنه فاستأذن عليها فقال علي رضي الله عنه يا فاطمة هذا أبو بكر
يستأذن عليك فقالت أتحب أن آذن له قال نعم فأذنت له فدخل عليها يترضاها وقال والله
ما تركت الدار والمال والأهل والعشيرة إلا ابتغاء مرضاة الله ومرضاة رسوله
ومرضاتكم أهل البيت ثم ترضاها حتى رضيت هذا مرسل حسن بإسناد صحيح
“Dari
Sya`bi berkata, “Ketika Fatimah ra sakit, Abu Bakar ra mendatanginya kemudian
meminta idzin untuk menemuinya, maka Ali ra berkata “Wahai Fatimah, ini Abu
Bakar meminta idzin untuk menemuimu” Maka Fatimah ra berkata “Apakah kamu
senang jika aku mengidzinkannya” Berkata Ali ra “ Iya” maka Fatimah pun
mengijinkannya, kemudian Abu bakar menemui Fatimah untuk meminta keridhaannya
dan berkata “ demi Allah aku tidak meninggalkan rumah, harta, istri dan harta kecuali untuk mengharapkan
keridhaan Allah, Rasulnya dan keridhaan kalian wahai Ahlul bait, kemudian Abu
Bakar meminta keridhaannya dan Fatimah pun meridhainya”
Adapun mengenai pemakaman Sayidatuna Fatimah yang dilakukan di malam hari, ini
memang keinginan sayidatuna Fatimah sendiri karena Beliau adalah wanita yang
sangat menjaga diri sehingga tak ingin jasadnya dilihat oleh banyak orang.
Sedangkan mengenai katidak hadiran Abu Bakar dalam pemakaman ini bukanlah
merupakan hal aneh mungkin saja beliau memang tidak tahu mengenai wafatnya
Sayidatuna Fatimah, sedangkan Sayidina Ali menganggap bahwa Sayidina Abu Bakar
sudah mengetahuinya (8).
Jika kita renungkan, sebenarnya kejadian ini merupakan cobaan bagi kita
semua dalam menghormati sahabat, Allah menguji rasa hormat kita kepada sahabat
dengan peristiwa ini, mereka yang memandang dengan hati yang bersih tanpa
campur tangan kepentingan akan menemukan bahwa baik Sayidina Abu Bakar maupun
Sayidatuna Fatimah telah melakukan hal yang memang patut dilakukan oleh mereka,
Sayidatuna Fatimah yang belum mengetahui bahwa para nabi tidak mewarisi,
menuntut haknya dari fadak untuk dikelola seperti Rasulullah mengelolanya,
sedangkan Abu Bakar yang telah mengetahui hal ini dengan hormat menolak
permintaan ini, oleh karena itu Imam Zaid bin Husain bin Ali bin Abi Thalib
pernah berkata :
أما أنا فلو كنت مكان أبي بكر
رضي الله عنه لحكمت بمثل ما حكم به أبو بكر رضي الله عنه في فدك
“Jika
aku berada di posisi Abu Bakar ra tentu aku akan memutuskan dalam masalah fadak
seperti apa yang diputuskan Abu Bakar ra ”
(HR Baihaqi) (9)
Bersambung insya Allah ke pembahasan takhrij haditsnya
yang mengikut kaedah Ahli Sunnah yang sebenar...
Ditulis oleh: Ust Ibnu Abdillah Al-Katibiy
No comments: