Pelurusan kesebelas
الاستقرار
على ظهر بعوضة
Allah
bersemayam di atas punggung nyamuk
Kaum fanatic Ibnu Taimiyyah membantah
adanya ucapan Ibnu taimiyyah tentang Allah berkehendak duduk di atas punggung
nyamuk. Mereka mengatakan bahwa Ibnu Taimiyyah hanya menukil saja.
Jawaban :
Berikut nukilan Ibnu Taimiyyah :
ولو
قد شاء لاستقر على ظهر بعوضة فاستقلت به بقدرته ولطف ربوبيته فكيف على عرش عظيم
أكبر من السموات والأرض ، فكيف تنكر أيها النفاج أن عرشه يقله
“Seandainya
sesungguhnya Dia (Allah) kehendaki, nescaya Dia boleh menetap di atas belakang
nyamuk, maka bersendirianlah (nyamuk) dengan kekuasaan Allah dan kelembutan
Rububiyyah-Nya. Maka bagaimana pula di atas Arasy yang besar, lebih besar dari
langit dan bumi?”[1]
Walaupun Ibnu Taimiyyah sedang menukil,
namun ia posisinya sedang berhujjah, siapapun yang membacanya dengan akal sehat
maka ia akan memahami Konteks yang dilontarkan atau dinukilkan oleh Ibnu
Taimiyyah ini dalam konteks iqrar (pengakuan/dukungan) bukan untuk membantah
nukilan tersebut atau tidak mensetujuinya, bahkan Ibnu Taimiyyah melontarkan
ucapannya ini dalam rangka berhujjah bukan menentang. Terlebih jika kita
melihat pemahamannya tentang istiwa Allah.
Walaupun menyebutkan dengan lafadz law
(seandainya) namun konteksnya dalam segi perbandingan, artinya Ibnu Taimiyyah
meyakini Allah maha mampu bersemayam di atas Arsy yang begitu besar jika Allah
pun maha mampu bersemayam di atas punggung nyamuk seandainya Allah berkehendak.
Pelurusan kedua belas
تبديل
التوراة والإنجيل
Keaslian Taurat dan Injil
Pentaqlid Ibnu Taimiyyah mengatakan :
Sebahagian pihak mendakwa
Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah mengatakan: “Sesungguhnya Taurat dan Injil tidak
ditukar lafaznya, yang ditukar hanyalah maknanya”.
Dakwaan ini dapat
diluruskan seperti berikut, bahawa para ilmuan Islam termasuk Syaikh al-Islam
Ibn Taimiyyah telah menerangkan bahawa tidak semua lafaz dalam Taurat dan Injil
yang telah ditukar oleh tokoh-tokoh agama mereka. Lafaz yang ditukar hanya
sedikit manakala yang banyak ditukar ialah makna lafaz-lafaz tersebut melalui
penakwilan dan penafsiran yang berbeza.
Pendapat ini bukan
sesuatu yang aneh atau salah. al-Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqalani[2] juga telah
mengemukakannya sebagai salah satu dari empat pendapat yang ada dalam bab ini:
Berlakunya padanya sedikit (sahaja)
penukaran, manakala sebahagian besar darinya masih kekal dalam keadaannya yang
asal. Turut menyokong pendapat ini ialah Syaikh Taqiuddin Ibn Taimiyyah di
dalam kitabnya ar-Radd al-Shahih ‘ala Man Baddala Din al-Masih.[3]
Maka nyatalah kepada kita
bahawa pihak yang membuat dakwaan ini sejak awal ingin mengadakan pendustaan ke
atas Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah. Padahal mereka sendiri jahil sehingga tidak
tahu kedudukan sebenar perkara ini.[4]
Jawaban :
Memang para ulama berbeda pendapat
tentang hal ini, namun jumhur ulama mengatakan bahwa kitab taurat dan injil
yang sekarang sudah muharrafah (dirubah) baik lafadz maupun maknanya dan mereka
yang berpendapat hanya maknanya saja yang dirubah, tidak ada maksud apa-apa
dalam ucapannya itu, berbeda dengan Ibnu taimiyyah yang lebih condong dengan
pendapat hanya maknanya saja yang dirubah, dengan bertujuan menguatkan akidah
tajsimnya, sebab dalam kitab Taurat dan Injil yang sekarang banyak menyebutkan
akidah tajsim dan tasybih pada Allah Ta’aala.
Ibnu Taimiyyah berkata :
ثم
من هؤلاء من زعم أن كثيرا مما فى التوراة أو الانجيل باطل ليس من كلام الله ومنهم
من قال بل ذلك - أي التحريف - قليل وقيل لم يحرِّف أحد
شيئا من حروف الكتب وانما حرفوا معانيها بالتأويل وهذان القولان قال
كلاً منهما كثير من المسلمين والصحيح القول الثالث
“ Di antara mereka ada yang berpendapat
bahwa kebanyakan apa yang ada dalam kitab taurat dan injil adalah bathil bukan
kalam Allah, ada lagi yang mengatakan bahwa tahrif (perubahan) itu sedikit, ada
lagi yang mengatakan seorang pun tidak merubah sedikit pun dari huruf-huruf
kitab tersebut, mereka hanya merubah makna-maknanya saja dengan takwil. Kedua
pendapat ini diucapkan juga oleh kebanyakan kaum muslimin, namun yang sahih
adalah pendapat yang ketiga “.[2]
Dari sini jelas Ibnu Taimiyyah lebih
condong pada pendapat bahwa kitab Taurat dan Injil semua lafadznya tidak
dirubah melainkan hanya makna-maknanya saja yang dirubah dengan cara takwil.
Di kitab yang lainnya Ibnju Taimiyyah
berkata :
وهو
أن يقال ما في القرآن والحديث عن النبي من وصف الله بهذه الصفات التي يسميها
بعض الناس تجسيما هو مثل ما في التوراة وسائر كتب الأنبياء وهذا
الذي في التوراة وكتب الأنبياء ليس مما أحدثه أهل الكتاب
“ Hendaknya dikatakan bahwa apa yang
ada dalam al-Quran dan hadits Nabi berupa mensifati Allah dengan sifat-sifat
itu yang dituduh oleh sebagian manusia dengan tajsim, adalah sama seperti yang
ada dalam kitab Taurat dan semua kitab-kitab para Nabi. Semua yang ada di dalam
Taurat dan kitab-kitab para Nabi bukanlah hal baru yang diada-adakan ahlu kitab
“.
Lalu apakah benar al-Hafidz Ibnu Hajar
menyebutkan empat pendapat tentang hal ini tanpa adanya komentar dari beliau ?
setelah panjang lebar beliau menampilkan empat pendapat tentang hal ini, di
akhir beliau berkomentar sebagai berikut :
وقد وجد في
الكتابين ما لا يجوز ان يكون بهذه الألفاظ من عند الله عز وجل أصلا
“ Sungguh telah ditemukan dalam dua
kitab tersebut (Taurat dan Injil) yang sama sekali tidak sepatutnya ada
lafadz-lafadz seperti itu dari Allah Ta’ala “[3]
Ibnu Hajar lebih berpendapat bahwa
kitab Taurat dan Injil telah dirubah baik lafadz dan maknanya, inilah pendapat
jumhur ulama Ahlus sunnah.
No comments: